Skip to main content

Sekolah Laris



MENJADI SEKOLAH YANG IDEOLOGIS YANG LARIS
Oleh Agus Priyono, S.Pd.SD

Selain mutu akademik, keberhasilan pendidikan di sekolah juga sangat dipengaruhi oleh seberapa besar tingkat kebanggaan para guru dan murid menjadi keluarga besar sekolah tersebut. Rasa bangga menjadi murid di sebuah sekolah, mempengaruhi bagaimana seorang anak menerima, menghayati dan menjalani nilai-nilai, budaya sekolah dan impian besar lembaga yang mendidiknya. Ini sangat penting untuk membangun karakter dan membentuk budaya belajar yang kuat.
Ukuran paling sederhana seberapa besar tingkat kebanggaan terhadap sebuah sekolah dapat dilihat dari seberapa besar minat masyarakat mendaftar ke sekolah tersebut. Semakin besar jumlah peminat yang ingin bersekolah, menunjukkan persepsi masyarakat yang semakin positif terhadap lembaga tersebut. Perasaan yang mendahului ini -initial credibility-menyebabkan sekolah memiliki kredibilitas dan kekuatan dalam membentuk sikap, cara berpikir dan karakter yang kuat, termasuk budaya belajar. Besarnya tingkat kepercayaan murid beserta orangtuanya terhadap sekolah memudahkan proses pembentukan kode perilaku (behavior code) utama. Kode perilaku ini sangat penting bagi tumbuhnya budaya unggul. Kode perilaku juga bermanfaat sekali untuk menciptakan identitas budaya sekolah.
Apa artinya? Keunggulan mutu akademik memang tidak bisa ditawar-tawar. Sekolah harus mengembangkan tradisi pembelajaran yang menjamin tercapainya standar mutu akademik yang tinggi. Tetapi sekedar bermutu secara akademik tidak cukup. Tak sekedar mencerdaskan otak, sekolah juga harus membangkitkan jiwa sehingga kelak para murid akan menjadi orang yang kaya inspirasi, kreatif, proaktif dan produktif.
Mereka memiliki keyakinan yang kuat dan gigih dalam mewujudkan apa yang mereka yakini. Perasaan sebagai orang pilihan -karena tidak semua bisa diterima di sekolahnya-sangat bermanfaat untuk membentuk berbagai sikap mental tersebut.
 Tetapi bagaimana mungkin perasaan sebagai orang pilihan akan tumbuh jika sekolahnya memang tidak diminati orang?  Bagaimana mungkin kebanggaan itu ada jika sekedar mendaftar jadi murid saja orang malu melakukannya?
Karena itu, sudah saatnya sekolah-sekolah keagamaan belajar dengan serius bagaimana memasarkan sekolah. Kita memang harus mendesain setiap sekolah kita sebagai sekolah ideologis. Tetapi pada saat yang sama, melalui strategi pemasaran yang baik, masyarakat memiliki kepercayaan yang besar terhadap lembaga pendidikan yang kita kelola sehingga menjadi sekolah ideologis yang laris. Sesungguhnya, ukuran keberhasilan minimal dakwah melalui pendidikan adalah seberapa besar antusiasme masyarakat mempercayakan pendidikannya di sekolah kita.
Apa manfaat mempelajari dan menerapkan strategi pemasaran sekolah? Pertama, sekolah kita bukan sekedar bertahan sebagai lembaga pendidikan, lebih dari itu memiliki nilai tawar yang tinggi di hadapan para murid maupun wali murid. Imbasnya, kita memiliki kekuatan yang lebih besar dalam menjalankan berbagai program, terutama program yang melibatkan wali murid. Umumnya, wali murid memiliki keterlibatan emosi, waktu dan finansial yang tinggi jika merasa sekolah anaknya merupakan sekolah pilihan yang membanggakan. Menjadi wali murid sekolah favorit merupakan keuntungan emosi (emotional benefits) yang mendorong mereka untuk bersedia terlibat lebih banyak.
Kedua, strategi pemasaran yang tepat bermanfaat untuk meningkatkan citra sekolah sehingga bisa menjadi pilihan utama yang diingat orang (top of mind). Meningkatnya citra positif sekolah akan meningkatkan apresiasi publik. Manfaatnya, sekolah bisa mendapatkan calon murid lebih awal dibanding sekolah lain. Dengan demikian sekolah memperoleh murid baru yang lebih bagus mutunya.
Ketiga, pemahaman tentang pemasaran memudahkan sekolah untuk merumuskan positioning dengan lebih baik. Sekolah juga bisa lebih tepat menentukan targeting; siapa yang akan dibidik untuk menjadi murid dan wali murid. Kejelasan positioning dan targeting ini memudahkan sekolah melakukan promosi secara kreatif, efektif dan efisien. Tidak menghamburkan dana untuk sasaran yang tidak tepat. Selain itu, antar sekolah Islam bisa bersaing sehat. Tiap sekolah bisa saling membantu promosi sekolah keagamaan lainnya karena masing-masing telah menentukan positioning dan targetingnya dengan baik

Comments

Popular posts from this blog

KEGIATAN BELAJAR BERMAIN (KBB) Kelompok Kerja Guru Se-Gugus Bomberay dan Tomage             Anak-anak pada masa sekarang mempunyai banyak jenis permainan baik yang bersifat sederhana maupun modern. Bermain merupakan kegiatan yang sangat diminati dan sering  dilakukan oleh anak-anak. Ada pepatah yang mengatakan: " Dunia anak adalah dunia bermain". Dunia anak identik dengan bermain / permainan. Tiada hari tanpa bermain, itu semboyan bagi anak-anak.            Dengan kondisi yang demikian maka para ahli pendidikan memanfaat kegiatan bermain dalam kegiatan proses belajar mengajar di sekolah. Selama ini yang beranggapan bermain  dikalangan anak-anak  yang dianggap  tidak ada manfaatnya dalam proses belajar mengajar kurang bermanfaat ternyata tidak benar. Bermain yang tidak diarahkan ke dalam proses belajar mengajar memang tidak bermanfaat dan bahkan menimbulkan kegaduhan yang akhirnya mengganggu proses belajar mengajar dan tujuan pembelajaran tidak berhasil.    

Peran Guru Sebagai Model Pembelajaran Tematik

PERAN GURU SEBAGAI MODEL DALAM PEMBELAJARAN KARAKTER DAN BUDAYA BANGSA MELALUI PEMBELAJARAN TEMATIK Oleh :Agus Priyono, S.Pd.SD SD YPPK Santo Titus Tomage Kab. Fakfak I.        Pendahuluan Perubahan kurikulum yang terjadi di Indonesia telah mempengaruhi perkembangan pendidikan kita. Itu disebabkan karena pendidikan merupakan tolak ukur pembelajaran dalam lingkup sekolah. Berhasil atau tidaknya pendidikan bergantung apa yang diberikan dan diajarkan oleh guru. Hasil-hasil pengajaran dan pembelajaran berbagai bidang studi terbukti selalu kurang memuaskan berbagai pihak (yang berkepentingan – stakeholder ). Hal tersebut setidak-tidaknya disebabkan oleh tiga hal. Pertama , Pendidikan yang kurang sesuai dengan kebutuhan dan fakta yang ada sekarang (Need Assessment). Kedua , Metodologi, strategi dan teknik yang kurang sesuai dengan materi. Ketiga , Prasarana yang mendukung proses pembelajaran. Ketiga hal tersebut memberikan dampak yang besar bagi perkembangan pendidikan k