UPAYA
MENINGKTAKAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
DI SMP
NEGERI 3 KOKAS KABUPATEN FAKFAK
Disusun
oleh Sri Kustini, S.Pd.I
BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Pembelajaran merupakan bagian yang sangat penting yang tidak dapat dipisahkan dari proses pendidikan Agama Islam di sekolah ,karena dengan pembelajaran yang baik dan bermutu akan dapat mewujudkan tujuan pendidikan nasional sebagai mana yang di amanatkan dalam UUD 1945(amandemen) pasal 31 ayat 3 yang mengamantkan “Tujuan pendidikan nasional meningkatkan keimanan dan ketaqwaan dalam rangka mencerdaskan kehidupan berbangsa “.
Peningkatan mutu Pendidikan Agama Islam pada SMP harus terus dilakukan ,salah satu aspek yang memiliki peranan penting dalam peningkatan mutu Pendidikan Agama Islam adalah proses pembelajaran yang baik dan berkualitas sehingga proses pembelajaran yang di laksankan benar-benar dapat menghasilkan mutu dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan agama islam di sekolah.
SMP Negeri 3 Kokas di Bomberay Kabupaten Fakfak merupakan salah satu lembaga pendidikan formal yang mayoritas materi pelajaran umum dan hanya 2 jam pelajaran Pendidikan Agama Islam perminggunya sudah barang tentu masih banyak berbagai maslah yang tidak dapat di sampaikan dan diselesaikan dalam waktu yang relatip singkat,pergaulan siswa yang hampir tanpa batas, latar belakang keilmuan guru yang berbeda beda yang memiliki pemahaman keagamaan yang relatip sedikit, sehingga semua itu menjadi sebuah tantangan tersendiri bagi guru PAI dalam penuntasan dan serta peningkatan mutu dalam proses pembelajaran PAI khususunya di SMP N 3 Kokas di Bomberay Kabupaten Fakfak.
Setiap Negara mengakui bahwa pendidikan merupakan tugas Negara yang amat penting. Bangsa yang ingin maju, membangun dan berusaha memperbaiki keadaan masyarakat dan dunia, tentu menyadari bahwa pendidikan merupakan kunci, dan tanpa kunci itu usaha mereka akan gagal. Untuk dapat menjawab tantangan abad global, dalam arti mampu bersaing, anak-anak bangsa perlu dibekali dengan berbagai kompetensi seperti berpikir kreatif, mampu mengambil keputusan, memecahkan masalah, belajar bagaimana belajar, berkolaborasi dan pengelolaan diri. Hal-hal itu tentu saja dapat diwujudkan oleh sebuah sistem yang dinamakan pendidikan.
Definisi pendidikan menurut UU Nomor 20 tahun 2003 adalah :
”Usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara”.
Proses yang demikian berlangsung pada lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat. Ketiga penanggung jawab pendidikan ini dituntut melakukan kerjasama di antara mereka baik secara langsung maupun tidak langsung, dengan saling menopang kegiatan yang sama secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama. Salah satu lembaga pelaksana pendidikan yang formal adalah sekolah, yaitu suatu wadah yang bertujuan menciptakan manusia berpendidikan tanpa melihat latar belakang budaya, tingkat sosial dan ekonomi siswa yang terlibat di dalamnya.
Dari keseluruhan proses pendidikan di sekolah, kegiatan belajar merupakan kegiatan yang pokok. Hal ini berarti bahwa berhasil tidaknya pencapaian tujuan pendidikan banyak bergantung pada proses yang dialami siswa sebagai peserta didik dalam belajar.
Belajar merupakan kegiatan yang melibatkan dua unsur, yaitu jiwa dan raga. Aktivitas raga yang ditampilkan harus sejalan dengan proses jiwa untuk mendapatkan perubahan. Perubahan yang dimaksud bukan perubahan fisik, melaiankan perubahan jiwa dengan sebab masuknya kesan-kesan yang baru. Dari sini dapat ditarik kesimpulan bahwa belajar merupakan ”serangkaian aktivitas jiwa dan raga untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman individu dalam interaksi dengan lingkungannya yang menyangkut aspek kognitif, afektif dan psikomotor”.
Dalam perspektifIslam, belajar merupakan kewajiban bagi setiap individu muslim dan muslimat dalam rangka memperoleh ilmu pengetahuan sehingga derajat kehidupannya meningkat, sebagaimana sabda Rasulullah sawi yang Artinya : ”Mencari ilmu merupakan kewajiban bagi setiap orang muslim dan muslimat, dan orang yang mencari ilmu akan dimintakan ampunan oleh setiap makhluk yang ada dimuka bumi ini sampai ikan-ikan yang berada dilautan luas” (HR. Bukhari).
Pembelajaran merupakan bagian yang sangat penting yang tidak dapat dipisahkan dari proses pendidikan Agama Islam di sekolah ,karena dengan pembelajaran yang baik dan bermutu akan dapat mewujudkan tujuan pendidikan nasional sebagai mana yang di amanatkan dalam UUD 1945(amandemen) pasal 31 ayat 3 yang mengamantkan “Tujuan pendidikan nasional meningkatkan keimanan dan ketaqwaan dalam rangka mencerdaskan kehidupan berbangsa “.
Peningkatan mutu Pendidikan Agama Islam pada SMP harus terus dilakukan ,salah satu aspek yang memiliki peranan penting dalam peningkatan mutu Pendidikan Agama Islam adalah proses pembelajaran yang baik dan berkualitas sehingga proses pembelajaran yang di laksankan benar-benar dapat menghasilkan mutu dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan agama islam di sekolah.
SMP Negeri 3 Kokas di Bomberay Kabupaten Fakfak merupakan salah satu lembaga pendidikan formal yang mayoritas materi pelajaran umum dan hanya 2 jam pelajaran Pendidikan Agama Islam perminggunya sudah barang tentu masih banyak berbagai maslah yang tidak dapat di sampaikan dan diselesaikan dalam waktu yang relatip singkat,pergaulan siswa yang hampir tanpa batas, latar belakang keilmuan guru yang berbeda beda yang memiliki pemahaman keagamaan yang relatip sedikit, sehingga semua itu menjadi sebuah tantangan tersendiri bagi guru PAI dalam penuntasan dan serta peningkatan mutu dalam proses pembelajaran PAI khususunya di SMP N 3 Kokas di Bomberay Kabupaten Fakfak.
Setiap Negara mengakui bahwa pendidikan merupakan tugas Negara yang amat penting. Bangsa yang ingin maju, membangun dan berusaha memperbaiki keadaan masyarakat dan dunia, tentu menyadari bahwa pendidikan merupakan kunci, dan tanpa kunci itu usaha mereka akan gagal. Untuk dapat menjawab tantangan abad global, dalam arti mampu bersaing, anak-anak bangsa perlu dibekali dengan berbagai kompetensi seperti berpikir kreatif, mampu mengambil keputusan, memecahkan masalah, belajar bagaimana belajar, berkolaborasi dan pengelolaan diri. Hal-hal itu tentu saja dapat diwujudkan oleh sebuah sistem yang dinamakan pendidikan.
Definisi pendidikan menurut UU Nomor 20 tahun 2003 adalah :
”Usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara”.
Proses yang demikian berlangsung pada lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat. Ketiga penanggung jawab pendidikan ini dituntut melakukan kerjasama di antara mereka baik secara langsung maupun tidak langsung, dengan saling menopang kegiatan yang sama secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama. Salah satu lembaga pelaksana pendidikan yang formal adalah sekolah, yaitu suatu wadah yang bertujuan menciptakan manusia berpendidikan tanpa melihat latar belakang budaya, tingkat sosial dan ekonomi siswa yang terlibat di dalamnya.
Dari keseluruhan proses pendidikan di sekolah, kegiatan belajar merupakan kegiatan yang pokok. Hal ini berarti bahwa berhasil tidaknya pencapaian tujuan pendidikan banyak bergantung pada proses yang dialami siswa sebagai peserta didik dalam belajar.
Belajar merupakan kegiatan yang melibatkan dua unsur, yaitu jiwa dan raga. Aktivitas raga yang ditampilkan harus sejalan dengan proses jiwa untuk mendapatkan perubahan. Perubahan yang dimaksud bukan perubahan fisik, melaiankan perubahan jiwa dengan sebab masuknya kesan-kesan yang baru. Dari sini dapat ditarik kesimpulan bahwa belajar merupakan ”serangkaian aktivitas jiwa dan raga untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman individu dalam interaksi dengan lingkungannya yang menyangkut aspek kognitif, afektif dan psikomotor”.
Dalam perspektifIslam, belajar merupakan kewajiban bagi setiap individu muslim dan muslimat dalam rangka memperoleh ilmu pengetahuan sehingga derajat kehidupannya meningkat, sebagaimana sabda Rasulullah sawi yang Artinya : ”Mencari ilmu merupakan kewajiban bagi setiap orang muslim dan muslimat, dan orang yang mencari ilmu akan dimintakan ampunan oleh setiap makhluk yang ada dimuka bumi ini sampai ikan-ikan yang berada dilautan luas” (HR. Bukhari).
B. Peranan Guru dalam pembelajaran PAI
Guru merupakan pekerjaan yang mulia. Guru mengolah manusia yang dianggap makhluk paling mulia dari seluruh makhluk Allah. Untuk itu, Kode etik atau tugas profesi yang harus dipatuhi oleh (pendidik). Guru adalah orang dewasa, yang karena peranannya berkewajiban melakukan sentuhan pendidikan dengan anak didik. Guru adalah tenaga profesional yang bertanggung jawab untuk mendidik dan mengajarkan anak didik dengan pengalaman yang dimilikinta, baik dalam wadah formal maupun wadah non formal. Dengan upaya ini maka anak didik bisa menjadi orang yang cerdas dan beretika tinggi sesuai dengan tuntutan ajaran Islam.
Guru harus dipandang sebagai pekerjaan yang mulia. Guru mengolah manusia yang dianggap makhluk paling mulia dari seluruh makhluk Allah. Untuk itu, Kode etik atau tugas profesi yang harus dipatuhi oleh pendidik. Guru merupakan semua orang yang berwenang dan bertanggung jawab untuk membimbing dan membina anak didik, baik secara individual maupun secara klasikal, di sekolah maupun di luar sekolah. Kepercayaan yang diberikan masyarakat kepada guru merupakan tugas dan tanggung jawab yang berat. Tanggung jawab guru tidak hanya sebatas kelompok (klasikal), tetapi secara individual. Hal ini mau tak mau menuntut guru agar selalu memperhatikan sikap, tingkah laku, dan perbuatan anak didiknya.
Guru haruslah orang yang bertanggung jawab memberikan pertolongan pada anak didik dalam perkembangan jasmani dan rohaninya, agar tercapai tingkat kedewasaan, mampu memenuhi tugasnya sebagai hamba Allah dan khalifah Allah SWT, makhluk sosial dan sebagai makhluk hidup yang mandiri.
Sama dengan teori barat, pendidik dalam Islam ialah siapa saja yang bertanggung jawab terhadap perkembangan anak didik, tugas pendidik yang sekarang ini hampir ditumpahkan semuanya kepada guru dalam perspektif Islam adalah mengupayakan perkembangan seluruh potensi anak didik baik potensi psikomotor, kognitif, maupun potensi afektif.
Guru menempati peranan suci dalam mengelola kegiatan pembelajaran. Peranan kunci ini dapat diemban apabila ia memiliki tingkat kemampuan profesional yang tinggi. Untuk setiap jenjang satuan pendidikan , kemampuan profesional guru itu tidak diukur dari kemampuan intelektualnya melainkan juga dituntut untuk memiliki keunggulan dalam aspek moral, keimanan, ketaqwaan, disiplin, tanggung jawab, dan keluasan wawasan kependidikannya dalam mengelola kegiatan pembelajaran. Keluasan pemikiran ini dicirikan dengan tumbuhnya semangat keterbukaan dalam profesi , keluasan dan diversifikasi layanan (services) dalam menunaikan tugas profesionalnya.
Secara lebih rinci Soejono4memberikan persyaratan untuk menjadi guru sebagai berikut:
a. Sudah Dewasa
Tugas mendidik adalah tugas yang amat penting karena menyangkut perkembangan seseorang atau menyangkut nasib orang di masa depan. Oleh sebab itu tugas tersebut harus dilakukan secara bertanggung jawab. Tugas tersebut hanya dapat dilakukan oleh orang yang sudah dewasa. Menurut ilmu pendidikan orang yang dianggap dewasa kalau sudah berusia 21 tahun bagi laki-laki dan 18 tahun bagi perempuan.
b. Sehat Jasmani dan Rohani
Jasmani yang tidak sehat akan menghambat proses pendidikan dan rohani yang tidak sehat berakibat tidak berfungsinya proses pendidikan.
c. Mempunyai kompetensi yang cukup dan expert dalam mendidik.
Kemampuan mendidik merupakan persyaratan yang tidak bisa ditawar-tawar lagi. Karena menyangkut tuntutan profesional yang harus dimiliki oleh orang yang memilih profesi ini. Tidak bisa lagi mendidik diserahkan kepada orang yang tidak punya skill dan pengetahuan yang cukup untuk mendidik.
d. Bermoral dan berdedikasi tinggi.
Syarat ini amat penting dimiliki untuk melaksanakan tugas-tugas mendidik selain mengajar. Bagaimana guru akan memberikan contoh-contoh kebaikan kalau gurunya sendiri tidak baik perangainya. Dedikasi tinggi tidak hanya dalam mendidik dan mengajar, dedikasi tinggi diperlukan juga dalam meningkatkan mutu pendidikan.
Dalam konteks point yang keempat ini Prof. Zakiyah Darazat5 mengelaborasikannya menjadi:
1. Mencintai jabatannya sebagai guru
2. Bersikap adil terhadap semua muridnya
3. Berlaku sabar dan tenang
4. Guru harus berwibawa
5. Guru harus gembira
6. Guru harus bersifat manusiawi
7. Guru dapat bekerja sama dengan masyarakat
Selain harus memenuhi persyaratan di atas seorang guru agama juga harus mempunyai sifat-sifat yang sesuai dengan nilai-nilai Islam. ”Syarat” diartikan sebagai sifat guru yang pokok, yang dapat dibuktikan secara empiris. Adapun ”Sifat” guru yang dimaksud dalam tulisan ini adalah kelengkapan syarat tersebut; dapat juga dikatakan syarat adalah sifat minimal yang harus dipenuhi guru, sedangkan sifat adalah pelengkap syarat sehingga guru tersebut dianggap memenuhi persyaratan maksimal.
Pembedaan itu diperlukan karena kita tidak mudah memperoleh guru dengan syarat maksimal. Dalam hal ini, dengan memenuhi syarat minimal, seseorang dapat dianggap menjadi guru. Pembedaan syarat dan sifat juga diperlukan karena syarat harus terbukti secara empiris, sedangkan sifat tidak harus terbukti secara empiris pada saat penerimaan guru.
Sifat-sifat guru yang dimaksud yang dimiliki oleh guru agama sebagai berikut:
a) Kasih sayang kepada anak didik
b) Lemah lembut
c) Rendah hati
d) Menghormati ilmu yang bukan pegangannya
e) Adil
f) Menyenangi ijtihad
g) Konsisten
h) Sederhana
Atas dasar pokok pikiran di atas, makan guru agama Islam harus memenuhi syarat dan sifat yang sudah ditentukan sebelum ia terjun untuk mengajar. Apabila ada satu atau beberapa guru agama yang dianggap kurang memiliki kompetensi yang disyaratkan, maka sebaiknya mereka diberikan upgrading on profession berupa pendidikan dan pelatihan atau semacam ’teacher training’ (Islamic teacher training).
BAB II
TANTANGAN GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM PENINGKATAN MUTU PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM PADA SMP
Guru merupakan pekerjaan yang mulia. Guru mengolah manusia yang dianggap makhluk paling mulia dari seluruh makhluk Allah. Untuk itu, Kode etik atau tugas profesi yang harus dipatuhi oleh (pendidik). Guru adalah orang dewasa, yang karena peranannya berkewajiban melakukan sentuhan pendidikan dengan anak didik. Guru adalah tenaga profesional yang bertanggung jawab untuk mendidik dan mengajarkan anak didik dengan pengalaman yang dimilikinta, baik dalam wadah formal maupun wadah non formal. Dengan upaya ini maka anak didik bisa menjadi orang yang cerdas dan beretika tinggi sesuai dengan tuntutan ajaran Islam.
Guru harus dipandang sebagai pekerjaan yang mulia. Guru mengolah manusia yang dianggap makhluk paling mulia dari seluruh makhluk Allah. Untuk itu, Kode etik atau tugas profesi yang harus dipatuhi oleh pendidik. Guru merupakan semua orang yang berwenang dan bertanggung jawab untuk membimbing dan membina anak didik, baik secara individual maupun secara klasikal, di sekolah maupun di luar sekolah. Kepercayaan yang diberikan masyarakat kepada guru merupakan tugas dan tanggung jawab yang berat. Tanggung jawab guru tidak hanya sebatas kelompok (klasikal), tetapi secara individual. Hal ini mau tak mau menuntut guru agar selalu memperhatikan sikap, tingkah laku, dan perbuatan anak didiknya.
Guru haruslah orang yang bertanggung jawab memberikan pertolongan pada anak didik dalam perkembangan jasmani dan rohaninya, agar tercapai tingkat kedewasaan, mampu memenuhi tugasnya sebagai hamba Allah dan khalifah Allah SWT, makhluk sosial dan sebagai makhluk hidup yang mandiri.
Sama dengan teori barat, pendidik dalam Islam ialah siapa saja yang bertanggung jawab terhadap perkembangan anak didik, tugas pendidik yang sekarang ini hampir ditumpahkan semuanya kepada guru dalam perspektif Islam adalah mengupayakan perkembangan seluruh potensi anak didik baik potensi psikomotor, kognitif, maupun potensi afektif.
Guru menempati peranan suci dalam mengelola kegiatan pembelajaran. Peranan kunci ini dapat diemban apabila ia memiliki tingkat kemampuan profesional yang tinggi. Untuk setiap jenjang satuan pendidikan , kemampuan profesional guru itu tidak diukur dari kemampuan intelektualnya melainkan juga dituntut untuk memiliki keunggulan dalam aspek moral, keimanan, ketaqwaan, disiplin, tanggung jawab, dan keluasan wawasan kependidikannya dalam mengelola kegiatan pembelajaran. Keluasan pemikiran ini dicirikan dengan tumbuhnya semangat keterbukaan dalam profesi , keluasan dan diversifikasi layanan (services) dalam menunaikan tugas profesionalnya.
Secara lebih rinci Soejono4memberikan persyaratan untuk menjadi guru sebagai berikut:
a. Sudah Dewasa
Tugas mendidik adalah tugas yang amat penting karena menyangkut perkembangan seseorang atau menyangkut nasib orang di masa depan. Oleh sebab itu tugas tersebut harus dilakukan secara bertanggung jawab. Tugas tersebut hanya dapat dilakukan oleh orang yang sudah dewasa. Menurut ilmu pendidikan orang yang dianggap dewasa kalau sudah berusia 21 tahun bagi laki-laki dan 18 tahun bagi perempuan.
b. Sehat Jasmani dan Rohani
Jasmani yang tidak sehat akan menghambat proses pendidikan dan rohani yang tidak sehat berakibat tidak berfungsinya proses pendidikan.
c. Mempunyai kompetensi yang cukup dan expert dalam mendidik.
Kemampuan mendidik merupakan persyaratan yang tidak bisa ditawar-tawar lagi. Karena menyangkut tuntutan profesional yang harus dimiliki oleh orang yang memilih profesi ini. Tidak bisa lagi mendidik diserahkan kepada orang yang tidak punya skill dan pengetahuan yang cukup untuk mendidik.
d. Bermoral dan berdedikasi tinggi.
Syarat ini amat penting dimiliki untuk melaksanakan tugas-tugas mendidik selain mengajar. Bagaimana guru akan memberikan contoh-contoh kebaikan kalau gurunya sendiri tidak baik perangainya. Dedikasi tinggi tidak hanya dalam mendidik dan mengajar, dedikasi tinggi diperlukan juga dalam meningkatkan mutu pendidikan.
Dalam konteks point yang keempat ini Prof. Zakiyah Darazat5 mengelaborasikannya menjadi:
1. Mencintai jabatannya sebagai guru
2. Bersikap adil terhadap semua muridnya
3. Berlaku sabar dan tenang
4. Guru harus berwibawa
5. Guru harus gembira
6. Guru harus bersifat manusiawi
7. Guru dapat bekerja sama dengan masyarakat
Selain harus memenuhi persyaratan di atas seorang guru agama juga harus mempunyai sifat-sifat yang sesuai dengan nilai-nilai Islam. ”Syarat” diartikan sebagai sifat guru yang pokok, yang dapat dibuktikan secara empiris. Adapun ”Sifat” guru yang dimaksud dalam tulisan ini adalah kelengkapan syarat tersebut; dapat juga dikatakan syarat adalah sifat minimal yang harus dipenuhi guru, sedangkan sifat adalah pelengkap syarat sehingga guru tersebut dianggap memenuhi persyaratan maksimal.
Pembedaan itu diperlukan karena kita tidak mudah memperoleh guru dengan syarat maksimal. Dalam hal ini, dengan memenuhi syarat minimal, seseorang dapat dianggap menjadi guru. Pembedaan syarat dan sifat juga diperlukan karena syarat harus terbukti secara empiris, sedangkan sifat tidak harus terbukti secara empiris pada saat penerimaan guru.
Sifat-sifat guru yang dimaksud yang dimiliki oleh guru agama sebagai berikut:
a) Kasih sayang kepada anak didik
b) Lemah lembut
c) Rendah hati
d) Menghormati ilmu yang bukan pegangannya
e) Adil
f) Menyenangi ijtihad
g) Konsisten
h) Sederhana
Atas dasar pokok pikiran di atas, makan guru agama Islam harus memenuhi syarat dan sifat yang sudah ditentukan sebelum ia terjun untuk mengajar. Apabila ada satu atau beberapa guru agama yang dianggap kurang memiliki kompetensi yang disyaratkan, maka sebaiknya mereka diberikan upgrading on profession berupa pendidikan dan pelatihan atau semacam ’teacher training’ (Islamic teacher training).
BAB II
TANTANGAN GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM PENINGKATAN MUTU PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM PADA SMP
A. Pembelajaran PAI Pada SMP
Pendidikan Agama Islam sebagai salah satu mata pelajaran di Sekolah Umum mempunyai peranan yang sangat strategis dan signifikan dalam pembentukan moral, akhlak dan etika peserta didik yang sekarang ini sedang berada pada titik terendah dalam perkembangan masyarakat Indonesia. Kegagalan pendidikan agama Islam untuk membuat dan menciptakan peserta didik yang berkarakter atau berkepribadian Islami tidak lepas dari kelemahan aktor utama dalam proses pendidikan agama Islam di kelas, yakni kelemahan guru agama Islam dalam mengemas dan mendesain serta membawakan mata pelajaran ini kepada peserta didik. Ditambah lagi disebabkan ketiadaan penguasaan managemen moderen bagi guru pendidikan agama Islam dalam pelaksanaan proses pembelajaran di sekolah, sehingga sampai saat ini sulit sekali dikontrol dan dievaluasi keberhasilan dan kegagalaannya. Padahal quality control itu seharusnya menjadi pegangan dalam melaksanakan proses pendidikan agama Islam, sejak di tingkat input kemudian diproses sampai pada outputnya.
Pendidikan Agama Islam di sekolah umum memiliki visi: ”Terbentuknya peserta didik ang memiliki kepribadian yang dilandasi oleh keimanan dan ketaqwaan terhadap Allah SWT serta tertanamnya nilai-nilai akhlak yang mulia dan budi pekerti kokoh yang tercermin dalam keseluruhan sikap dan perilaku sehari-hari.” Pencapaian terhadap visi ini memerlukan adanya keterpaduan dalam semua komponen yang terlibat dalam seluruh proses penyelenggaraan Pendidikan Agama Islam.
Banyak usaha yang dilakukan oleh para ilmuwan dan ulama karena memperhatikan pelaksanaan pendidikan agama di lembaga-lembaga pendidikan formal kita, misalnya dalam forum-forum seminar tentang Pendidikan Agama. Para ilmuwan dan ulama serta kaum teknokrat sepakat bahwa pendidikan agama di tanah air kita harus disukseskan semaksimal mungkin sejalan dengan lajunya pembangunan nasional.
Namun, dalam pelaksanaan program pendidikan agama di berbagai sekolah kita, belum berjalan seperti yang kita harapkan, karena berbagai kendala dalam bidang kemampuan pelaksanaan metode, sarana fisik, dan nonfisik, di samping suasana lingkungan pendidikan yang kurang menunjang suksesnya pendidikan mental-spiritual dan moral. Padahal, fasilitas dasarnya telah disediakan oleh pemerintah , peraturan perundangan lainnya serta berbagai proyek pembangunan sektor Agama dan Pendidikan.
Menurut Prof. Dr. Hasan Langgulung, pendidikan Islam ialah pendidikan yang memiliki 4 macam fungsi yaitu:
Pendidikan Agama Islam sebagai salah satu mata pelajaran di Sekolah Umum mempunyai peranan yang sangat strategis dan signifikan dalam pembentukan moral, akhlak dan etika peserta didik yang sekarang ini sedang berada pada titik terendah dalam perkembangan masyarakat Indonesia. Kegagalan pendidikan agama Islam untuk membuat dan menciptakan peserta didik yang berkarakter atau berkepribadian Islami tidak lepas dari kelemahan aktor utama dalam proses pendidikan agama Islam di kelas, yakni kelemahan guru agama Islam dalam mengemas dan mendesain serta membawakan mata pelajaran ini kepada peserta didik. Ditambah lagi disebabkan ketiadaan penguasaan managemen moderen bagi guru pendidikan agama Islam dalam pelaksanaan proses pembelajaran di sekolah, sehingga sampai saat ini sulit sekali dikontrol dan dievaluasi keberhasilan dan kegagalaannya. Padahal quality control itu seharusnya menjadi pegangan dalam melaksanakan proses pendidikan agama Islam, sejak di tingkat input kemudian diproses sampai pada outputnya.
Pendidikan Agama Islam di sekolah umum memiliki visi: ”Terbentuknya peserta didik ang memiliki kepribadian yang dilandasi oleh keimanan dan ketaqwaan terhadap Allah SWT serta tertanamnya nilai-nilai akhlak yang mulia dan budi pekerti kokoh yang tercermin dalam keseluruhan sikap dan perilaku sehari-hari.” Pencapaian terhadap visi ini memerlukan adanya keterpaduan dalam semua komponen yang terlibat dalam seluruh proses penyelenggaraan Pendidikan Agama Islam.
Banyak usaha yang dilakukan oleh para ilmuwan dan ulama karena memperhatikan pelaksanaan pendidikan agama di lembaga-lembaga pendidikan formal kita, misalnya dalam forum-forum seminar tentang Pendidikan Agama. Para ilmuwan dan ulama serta kaum teknokrat sepakat bahwa pendidikan agama di tanah air kita harus disukseskan semaksimal mungkin sejalan dengan lajunya pembangunan nasional.
Namun, dalam pelaksanaan program pendidikan agama di berbagai sekolah kita, belum berjalan seperti yang kita harapkan, karena berbagai kendala dalam bidang kemampuan pelaksanaan metode, sarana fisik, dan nonfisik, di samping suasana lingkungan pendidikan yang kurang menunjang suksesnya pendidikan mental-spiritual dan moral. Padahal, fasilitas dasarnya telah disediakan oleh pemerintah , peraturan perundangan lainnya serta berbagai proyek pembangunan sektor Agama dan Pendidikan.
Menurut Prof. Dr. Hasan Langgulung, pendidikan Islam ialah pendidikan yang memiliki 4 macam fungsi yaitu:
a.
Menyiapkan generasi muda untuk
memegang peranan-peranan tertentu dalam masyarakat pada masa yang akan datang.
Peranan ini berkaitan erat dengan kelanjutan hidup (survival) masyarakat
sendiri.
b.
Memindahkan ilmu pengetahuan yang
bersangkutan dengan peranan-peranan tersebut dari generasi tua kepada generasi
muda.
c.
Memindahkan nilai-nilai yang
bertujuan untuk memelihara keutuhan dan kesatuan masyarakat yang menjadi syarat
mutlak bagi kelanjutan hidup (survival) suatu masyarakat dan peradaban. Dengan
kata lain, nilai-nilai keutuhan (integrity) dan kesatuan (integration) suatu
masyarakat, tidak akan terpelihara yang akhirnya menyebabkan kehancuran
masyarakat itu sendiri.
Adapun nilai-nilai yang dipindahkan ialah nilai-nilai yang diambil dari 5 sumber, yaitu Al-Quran, Sunah Nabi, Qiyas, kemaslahatan umum, dan kepakatan atau ijma’ ulama dan ahli pikir Islam yang dianggap sesuai dengan sumber dasar yaitu Al-Quran dan Sunah Nabi.
Adapun nilai-nilai yang dipindahkan ialah nilai-nilai yang diambil dari 5 sumber, yaitu Al-Quran, Sunah Nabi, Qiyas, kemaslahatan umum, dan kepakatan atau ijma’ ulama dan ahli pikir Islam yang dianggap sesuai dengan sumber dasar yaitu Al-Quran dan Sunah Nabi.
d.
Mendidik agar anak beramal di dunia
ini untuk memetik hasilnya di akhirat.
Salah satu faktor yang sangat membantu tercapainya tujuan Pendidikan Agama Islam adalah tersedianya dan tercukupinya fasilitas. Penyediaan fasilitas seyogyanya mempertimbangkan aspek efisiensi, artinya dengan adanya fasilitas tersebut dapat memberikan kemudahan dalam pelaksanaan kegiatan pembelajaran dan sekaligus dapat mengembangkan potensi peserta didik. Di samping itu harus pula dipertimbangkan adalah bahwa fasilitas tersebut sebaiknya sesuai dengan kondisi lingkungan, kebutuhan setempat, karakteristik program kegiatan dan taraf perkembangan siswa. Fasilitas-fasilitas yang dimaksud, antara lain meliputi:
Salah satu faktor yang sangat membantu tercapainya tujuan Pendidikan Agama Islam adalah tersedianya dan tercukupinya fasilitas. Penyediaan fasilitas seyogyanya mempertimbangkan aspek efisiensi, artinya dengan adanya fasilitas tersebut dapat memberikan kemudahan dalam pelaksanaan kegiatan pembelajaran dan sekaligus dapat mengembangkan potensi peserta didik. Di samping itu harus pula dipertimbangkan adalah bahwa fasilitas tersebut sebaiknya sesuai dengan kondisi lingkungan, kebutuhan setempat, karakteristik program kegiatan dan taraf perkembangan siswa. Fasilitas-fasilitas yang dimaksud, antara lain meliputi:
a. Tempat
peribadatan (masjid atau mushalla)
b. Ruang
bimbingan dan penyuluhan agama dan layanan masyarakat
c. Ruang
laboratorium keagamaan. Ruangan ini berisi peralatan untuk praktek pendidikan
agama atau sebagai pusat sumber belajar.
d. Komputer dan
internet. Fasilitas ini digunakan untuk mengakses berbagai data tentang
kegiatan keagamaan dan sekaligus sebagai sentral database pendidikan agama di
berbagai wilayah Indonesia maupun di manca Negara.
B. Tantangan Guru PAI dalam Peningkatan Mutu Pembelajaran PAI pada SMP
Di era keterbukaan dan system informasi yang mudah dan cepat sekarang ini guru bukan lagi sebagai seseorang yang di anggapa tahu segala galanya, justru saat sekarang ini berbanding terbalik karena pada sebagian siswa telah lebih dulu mengatahui informasi dan ilmu dengan cara mengakses dari berbagai sumber terutama kecangihan tehnologi informasi ,hal ini tentu bagi sebagaian guru PAI yang masih mengunakan cara dan metode pembelajaran ala zaman dulu maka otomatis kegiatan KBM tidak akan mendapat nilai tambah,apalagi pada sebagaian guru yang masih gagap tekhnologi tentu akan semakin tertingal dengan perkembangan model dan system pembelajaran saat ini ,oleh karena itu guru PAI akan semakin bertambah permaslahan dan tantangan dalam peningkatan mutu pembelajaran PAI,hal ini tentu membutuhkan guru PAI yang kretaif inofatif sehingga proses pembelajaran PAI menjadi menraik,intraktif,dan aktual.
Memang di tengah gempuran arus tekhnologi informasi yang siapa saja bisa mengakses seperti saat ini menjadi sebuah tantangan tersendiri bagi guru PAI,karena kecangihan tersebut membawa dampak positip dan tidak sedikit membawa dampak negatif ,bagai mana tidak dengan kemudahan mengakses berbagai informasi yang negative tentu akan membawa dampak terhadap siswa baik dampak psikologinya maupun dampak pisiknya ,hal ini akan mempengaruhi siswa dalam cara belajar berprilaku,berpakian dan dampak yag lain dalam kehidupan sehari-hari baik di rumah atau di sekolah .
Pengalaman saya dalam proses pembelajaran PAI di SMP N 3 Kokas di Bomberay Kabupaten Fakfak menemukan berbagai permaslahan baik permaslahan dari siswa ,sesame rekan guru,sekolah, tantagan dan permaslahan akan timbul sesuai dengan situsai dan keadaan yang berkembangan, guru misalnya masih mengangap bahwa PAI merupakan mata pelajaran yang cukup di ajarkan sebgai mana mata pelajaran yang lain sehingga nilai-nilai dari pembelajaran PAI belum bisa di laksanakan dan di amalakan bersama-sama dalam kehidpuan sekolah ,walaupun demikian beberapa tahun terahir sudah banyak mengalami perubahan pemikiran dan pemahaman tentang pentingnya PAI, misalnya sekolah sudah mulai menganjurkan untuk berpakian menutup aurat dengan memakai seragam rok panjang.
Sholat berjamaah misalnya masih menganggap bawha itu merupakan kewajiban masing-masing yang tidak harus dipaksa-paksa untuk melaksankanya terutama sholat zuhur berjamaah di sekolah,hala ini tentu menjadi sebuah tantangan dalam proses pengamalan dalam pembelajaran PAI dalam menciptakan nuansa islami di sekolah.
Dalam proses pembelajaran siswa masih mengangap bahwa mata pelajaran PAI tidak penting karena tidak di UAN kan,walupun sekarang sudah di USBN kan belum bisa mengubah pemmahaman dan pemikiran anak terhadap pelajaran PAI,karena memang pelajaran PAI dalam satu minggu haya 2 jam sehingga akan sangat mudah tergerus oleh mata pelajaran yang lain ,belum lagi permaslahan membaca AL-Quran yang pada sebagian siswa belum bisa sehinga menambah beban dalam proses pembelajaran PAI, SMP N 3 Kokas di Bomberay Kabupaten Fakfak memang berada di tengah kawasan transmigrasi dan kawasan perusahan perkebunan sawit ,sehingga sedikit banyak mempengaruhi pola prilaku dalam kehidupan sehari-hari .
Bagi penulis Berbagai permasalahan tersebut merupakan tanatangan tersendiri untuk meningkatan mutu pembelajaran PAI di SMP N 3 Kokas di Bomberay Kabupaten Fakfak tempat penulis mengabdi, walaupun terkadang merasa pesimis,tetapi dengan niat ibadah mudah mudahan Allah SWT memberikan hidayah petunjuk dan kekuatan dalam membina siswa agar paling tidak mendekati pemahaman dan kemampuan dalam materi PAI , dengan memanfaatkan sarana yang ada di sekolah penulis berusaha memanfaatkan untuk memudahkan,menarik minat,serta membiasakan ,sehingga proses pembelajaran PAI di SMP N 3 Kokas di Bomberay Kabupaten Fakfak dapat berjalan melalui berbagai media dan sarana baik secara langsung maupun tidak langsung, pengunaan tehnologi misalnaya lektop dan infokus akan sangat membantu dalam pembelajaran haji dan umroh,musholah sebagai sarana ibadah dan sekaligus laboratorium pembejaran PAI,begitu juga melalui berabgai kegiatan ekstrakulikuler pramuka,osisi dan lain sebagainya.
Di tengah kompleksnya permasalahan pembelajaran PAI di SMP sudah barang tentu menjadi tantangan sekaligus peluang bagi guru PAI untuk meningkatkan mutu dan kualitas KBM di SMP.Tantangan tersebut memang timbul karena berbagai faktor, baik faktor eksternal maupun internal.
1. Faktor eksternal tersebut antara lain:
Di era keterbukaan dan system informasi yang mudah dan cepat sekarang ini guru bukan lagi sebagai seseorang yang di anggapa tahu segala galanya, justru saat sekarang ini berbanding terbalik karena pada sebagian siswa telah lebih dulu mengatahui informasi dan ilmu dengan cara mengakses dari berbagai sumber terutama kecangihan tehnologi informasi ,hal ini tentu bagi sebagaian guru PAI yang masih mengunakan cara dan metode pembelajaran ala zaman dulu maka otomatis kegiatan KBM tidak akan mendapat nilai tambah,apalagi pada sebagaian guru yang masih gagap tekhnologi tentu akan semakin tertingal dengan perkembangan model dan system pembelajaran saat ini ,oleh karena itu guru PAI akan semakin bertambah permaslahan dan tantangan dalam peningkatan mutu pembelajaran PAI,hal ini tentu membutuhkan guru PAI yang kretaif inofatif sehingga proses pembelajaran PAI menjadi menraik,intraktif,dan aktual.
Memang di tengah gempuran arus tekhnologi informasi yang siapa saja bisa mengakses seperti saat ini menjadi sebuah tantangan tersendiri bagi guru PAI,karena kecangihan tersebut membawa dampak positip dan tidak sedikit membawa dampak negatif ,bagai mana tidak dengan kemudahan mengakses berbagai informasi yang negative tentu akan membawa dampak terhadap siswa baik dampak psikologinya maupun dampak pisiknya ,hal ini akan mempengaruhi siswa dalam cara belajar berprilaku,berpakian dan dampak yag lain dalam kehidupan sehari-hari baik di rumah atau di sekolah .
Pengalaman saya dalam proses pembelajaran PAI di SMP N 3 Kokas di Bomberay Kabupaten Fakfak menemukan berbagai permaslahan baik permaslahan dari siswa ,sesame rekan guru,sekolah, tantagan dan permaslahan akan timbul sesuai dengan situsai dan keadaan yang berkembangan, guru misalnya masih mengangap bahwa PAI merupakan mata pelajaran yang cukup di ajarkan sebgai mana mata pelajaran yang lain sehingga nilai-nilai dari pembelajaran PAI belum bisa di laksanakan dan di amalakan bersama-sama dalam kehidpuan sekolah ,walaupun demikian beberapa tahun terahir sudah banyak mengalami perubahan pemikiran dan pemahaman tentang pentingnya PAI, misalnya sekolah sudah mulai menganjurkan untuk berpakian menutup aurat dengan memakai seragam rok panjang.
Sholat berjamaah misalnya masih menganggap bawha itu merupakan kewajiban masing-masing yang tidak harus dipaksa-paksa untuk melaksankanya terutama sholat zuhur berjamaah di sekolah,hala ini tentu menjadi sebuah tantangan dalam proses pengamalan dalam pembelajaran PAI dalam menciptakan nuansa islami di sekolah.
Dalam proses pembelajaran siswa masih mengangap bahwa mata pelajaran PAI tidak penting karena tidak di UAN kan,walupun sekarang sudah di USBN kan belum bisa mengubah pemmahaman dan pemikiran anak terhadap pelajaran PAI,karena memang pelajaran PAI dalam satu minggu haya 2 jam sehingga akan sangat mudah tergerus oleh mata pelajaran yang lain ,belum lagi permaslahan membaca AL-Quran yang pada sebagian siswa belum bisa sehinga menambah beban dalam proses pembelajaran PAI, SMP N 3 Kokas di Bomberay Kabupaten Fakfak memang berada di tengah kawasan transmigrasi dan kawasan perusahan perkebunan sawit ,sehingga sedikit banyak mempengaruhi pola prilaku dalam kehidupan sehari-hari .
Bagi penulis Berbagai permasalahan tersebut merupakan tanatangan tersendiri untuk meningkatan mutu pembelajaran PAI di SMP N 3 Kokas di Bomberay Kabupaten Fakfak tempat penulis mengabdi, walaupun terkadang merasa pesimis,tetapi dengan niat ibadah mudah mudahan Allah SWT memberikan hidayah petunjuk dan kekuatan dalam membina siswa agar paling tidak mendekati pemahaman dan kemampuan dalam materi PAI , dengan memanfaatkan sarana yang ada di sekolah penulis berusaha memanfaatkan untuk memudahkan,menarik minat,serta membiasakan ,sehingga proses pembelajaran PAI di SMP N 3 Kokas di Bomberay Kabupaten Fakfak dapat berjalan melalui berbagai media dan sarana baik secara langsung maupun tidak langsung, pengunaan tehnologi misalnaya lektop dan infokus akan sangat membantu dalam pembelajaran haji dan umroh,musholah sebagai sarana ibadah dan sekaligus laboratorium pembejaran PAI,begitu juga melalui berabgai kegiatan ekstrakulikuler pramuka,osisi dan lain sebagainya.
Di tengah kompleksnya permasalahan pembelajaran PAI di SMP sudah barang tentu menjadi tantangan sekaligus peluang bagi guru PAI untuk meningkatkan mutu dan kualitas KBM di SMP.Tantangan tersebut memang timbul karena berbagai faktor, baik faktor eksternal maupun internal.
1. Faktor eksternal tersebut antara lain:
a.
Timbulnya sikap orang tua di
beberapa lingkungan sekitar sekolah yang kurang menyadari tentang pentingnya
pendidikan agama, tidak mengacuhkan akan pentingnya pemantapan pendidikan agama
di sekolah yang berlanjut di rumah. Orang tua yang bersikap demikian disebabkan
oleh dampak kebuthan ekonomisnya yang mendorong bekerja 20 jam di luar rumah,
sehingga mereka menyerahkan sepenuhnya kepada sekolah untuk mendidik anaknya 2
jam per minggu.
b.
Situasi lingkungan sekitar sekolah
dipengaruhi godaan-godaan setan dalam berbagai ragam bentuknya, antara lain
godaan judi, tontongan yang bernada menyenangkan nafsu (seperti blue film,
permainan ketangkasan behadiah, dan lain-lain). Situasi demikian melemahkan daya
konsentrasi berpikir dan berakhlak mulia, serta mengurangi gairah belajar,
bahkan mengurangi daya saing dalam meraih kemajuan.
c.
Adanya gagasan baru dari para
ilmuwan untuk mencari terobosan baru terhadap berbagai problema pembangunan dan
kehidupan remaja, menyebabkan para pelajar secara latah mempraktekkan makna
yang keliru atas kata-kata terobosan menjadi mengambil jalan pintas dalam
mengejar cita-citanya tanpa melihat cara-cara yang halal dan haram, misalnya
budaya menyontek, membeli soal-soal ujian akhir dengan harga tinggi, perolehan
nilai secara aspal, bahkan ada yang menghalalkan cara apa pun.
d.
Timbulnya sikap frustrasi di
kalangan orang tua yang beranggapan bahwa tingginya tingkat pendidikan, tidak
akan menjamin anaknya mendapatkan pekerjaan yang layak, sebab perluasan
lapangan kerja tidak dapat mengimbangi banyaknya pencari kerja. Setelah tamat
sekolah, orang tua harus bersusah payah mencarikan pekerjaan bagi anaknya. Di
sana sini penuh dengan beban finansial yang masih harus ditanggung mereka. Semua
itu menyebabkan tendensi social kita kurang menghargai pengetahuan sekolah yang
tidak dapat dijadikan tumpuan mencari nafkah, sementara persaingan semakin
meningkat dalam perebutan lapangan kerja yang menjanjikan income (penghasilan)
yang lebih memadai kebutuhan hidup. Pendidikan agama terkena dampak negative
dari sikap dan kecenderungan semacam itu, sehingga apabila guru agama tidak
terampil memikat minat murid, maka efektivitas pendidika agama tak akan dapat
diwujudkan.
e.
Serbuan dampak negative kemajuan
ilmu dan teknologi dari luar negeri semakin melunturkan perasaan religirus
(keagamaan) dan melebarkan kesenjangan antara nilai tradisional dengan nilai
rasional teknologis, menjadi sumber transisi nilai yang belum menentukan arah
dan pemukiman yang baru. Sementara itu teknologi pendidikan atau pendidikan
teknologi telah menyerbu ke dalam bangku sekolah kita, yang membawa dampak
negatif di samping danmpak positifnya. Sikap murid untuk mengambil terobosan
dalam kesulitan berpikir yang kreatif dan analistis, ditempuh melalui
mesin-mesin berpikir yang disebut computer, kalkulator dan robot-robot yang
berpikir lebih cepat daripada manusia, adalah beberapa contoh orientasi belajar
yang tidak mdnorong kea rah pencerdasan generasi muda kita. Sistematisasi
belajar atas dasar percepatan output lulusan sekolah juga terdapat dampak
negatifnya. Produksi pendidikan sekolah yang dicapai dalam waktu relative
singkat dengan dana yang seminimal mungkin, namun berhasil meluluskan sejumlah
murid yang lebih besar, Tiap murid mempunyai corak dan potensi dasar berkembang
yang tidak sma dengan murid lainnya.
2. Faktor-faktor Internal Sekolah
Perangkat input instrument yang kurang sesuai dengan tujuan pendidikan menjadi sumber kerawanan karena:
Perangkat input instrument yang kurang sesuai dengan tujuan pendidikan menjadi sumber kerawanan karena:
a.
Guru kurang kompeten untuk menjadi
tenaga professional pendidikan atau jabatan guru yang disandangnya hanya
merupakan pekerjaan alternatif terakhir, tanpa menekuni tugas sebenarnya selaku
guru yang berkualitas atau tanpa ada rasa dedikasi sesuai tuntutan pendidikan.
b.
Penyalahgunaan manajemen penempatan
yang mengalihtugaskan guru agama mata pelajaran lain. Akibatnya pendidikan
agama tidak dilaksanakan secara programatis.
c.
Pendekatan metologi guru masih
terpaku kepada orientasi tradisional sehingga tidak mampu menarik minat murid
pada pelajaran agama.
d.
Kurangnya persiapan guru agama dalam
mengajar karena disibukkan oleh usaha non-guru untuk mencukupi kebutuhan
ekonomis sehari-hari atau mengajar di sekolah-sekolah swasta dan
sebagainya,walupun sekarang sudah ada program sertifikasi.
e.
Kurikulum yang terlalu padat karena
terlalu banyak menampung keinginan tanpa mengarahkan prioritas.
f.
Hubungan guru agama dengan murid
hanya bersifat formal tanpa berkelanjutan dalam situasi informal di luar kelas.
Wibawa guru juga hanya terbatas di dalam dinding kelas, tanpa berpengaruh di
luar kelas/sekolah.
g.
Petugas supervise (pengawas/penilik)
tak berfungsi sesuai harapan karena terdiri atas tenaga yang non-profesional
yang parkir menunggu pensiun.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Upaya peningkatan mutu pembelajaran PAI di SMP, dan lebih khusus SMP N 3 Kokas di Bomberay Kabupaten Fakfak tempat penulis mengabdi ,memang harus terus di usahakan walaupaun memang tidak semudah yang kita bayangkan karena begitu kompleksnya permasalahan yang di hadapai,tetapi dengan usaha dan semangat dengan niat ibadah tantangan dan rintangan akan dapat di atasi dan diselesakian atau paling tidak mendekati kearah yang lebih baik,dengan himbaun dan harapan :
Pertama, Kita tidak dapat lagi sekadar menjadi penonton belaka dari apa yang terjadi di negeri tercinta ini. Cukuplah masa-masa lalu menjadi sejarah. Masa kini da masa depan menuntut usaha dan kerja keras kita. Ini berarti juga bahwa kita tidak bisa dan tidak patut untuk sekadar menjadi pengembang dan pengisi gagasan siapa saja.Hendaknya kita juga menyumbangkan gagasan kita pula, tetapi dengan bersifat jelas menyeluruh, dan konsisten. Apalagi kalau kita yakin bahwa apa yang jadi milik kita perlu sekali dikembangkan agar dapat dinikmati oleh kalangan lain. Bukankah Nabi Muhammad SAW diutus untuk menjadi rahmat bagi sekalian alam?Dan kita mengaku menjadi pengikut setia dari Nabi kita.
Kedua, baiklah kita ingat bahwa juga dalam pendidikan, kita mempunyai sumber-sumber yang perlu menjadi pedoman Al-Quran dan Sunah. Alam terbentang pun kita jadikan guru dan pengalaman kita serta pengalaman orang lain penuh dengan pelajaran .Adapun pendidikan tentulah ada falsafah sendiri senada dengan pendidikan Islam.
Memang benar, bila soal falsafah kita bangkitkan, pembicaraan tidak akan berkesudahan. Tetapi berapa pun, ada batas dalam falsafah sebagai pedoman (yang dirumuskan atau yang tidak dirumuskan) yang perlu kita jaga. Ada daerah pemikiran yang tidak dapat dirundingkan karena bertolak belakang dengan yang lain, ada yang berkesesuaian, ada yang bisa dirundingkan. Ada pula yang terserah pada pendirian masing-masing dan ini tidak perlu menyebabkan benturan.Yang termasuk boleh bisa dirundingkan dan lapangan yang boleh ini dalam agama kita luas sekali.
Ketiga, pada umumnya semua negeri Islam mempertanyakan diri masing-masing dalam meningkatkan pendidikan.Berbagai konferensi Islam internasional pun telah diadakan untuk mengkaji kembali sistem pendidikan yang sesuai dengan ajaran agama serta tuntutan perkembangan dunia.Baik kajian negeri-negeri Islam masing-masing maupun kajian konferensi internasional itu perlu kita tinjau, dan mungkin sebagiannya dijabarkan.Tentu saja dalam meninjau hal tersebut, kita perlu ingat kondisi tanah air kita, tetapi hal ini kurang terperinci dalam komentar ahli-ahli kita tentang pendidikan, Juga berbagai perguruan tinggi Islam, yang sebagiannya merupakan duplikat dari perguruan tinggi umum negeri . Memang bila hendak bekerja secara teliti, kegiatan harus juga berencana, bukan sekadar menanggapi gagasan orang lain.
Keempat, kerja pendidikan bukan kerja yang bergantung kepada siapa yang menjadi menteri.Kerja pendidikan bukan saja kerja seumur hidup, melainkan sepanjang masa.Oleh karena itu, para ahli serta perguruan tinggi Islam dituntut untuk memberi perhatian secara terus menerus terhadapnya dan mengkajinya.Dengan demikian, penyelesaian masalah pun dilakukan secara terus menerus tanpa bergantung pada kedudukan sesaat dari seseorang, baik dalam organisasi (swasta) maupun dalam pemerintahan.
Kelima, pendidikan mengandung segi praktis, bukan dalam arti perubahan prinsip dasar yang dipedomani, melainkan dalam arti penerapannya dalam kenyataan: berupa hidup proibadi, masyarakat dan Negara. Iman dan amal harus seiring, maka kita perlu konsekuen.Adalah tugas kita untuk mencerminkan iman ini dalam bentuk pemikiran dan pelaksanaanya di negeri kita, termasuk dalam soal pendidikan.Negeri ini milik kita bersama, kita dan mereka siapa saja yang mengaku bertanah air dan kita termasuk memegang saham terbesar di sini. Konsekuensinya, kita juga wajib memberi saham terbesar dalam pembinaannya, antara lain dalam bidang pendidikan.
Demikialah makalah ini penulis buat kiranya menjadi sebuah bahan perbandingan dan intropekasi untuk mewujudkan peningkatan mutu dalam pemebelajaran pendidikan Agama Islam khususnya bagi penulis dan keluarga besar SMP Negeri 3 Kokas di Bomberay-Fakfak.
Upaya peningkatan mutu pembelajaran PAI di SMP, dan lebih khusus SMP N 3 Kokas di Bomberay Kabupaten Fakfak tempat penulis mengabdi ,memang harus terus di usahakan walaupaun memang tidak semudah yang kita bayangkan karena begitu kompleksnya permasalahan yang di hadapai,tetapi dengan usaha dan semangat dengan niat ibadah tantangan dan rintangan akan dapat di atasi dan diselesakian atau paling tidak mendekati kearah yang lebih baik,dengan himbaun dan harapan :
Pertama, Kita tidak dapat lagi sekadar menjadi penonton belaka dari apa yang terjadi di negeri tercinta ini. Cukuplah masa-masa lalu menjadi sejarah. Masa kini da masa depan menuntut usaha dan kerja keras kita. Ini berarti juga bahwa kita tidak bisa dan tidak patut untuk sekadar menjadi pengembang dan pengisi gagasan siapa saja.Hendaknya kita juga menyumbangkan gagasan kita pula, tetapi dengan bersifat jelas menyeluruh, dan konsisten. Apalagi kalau kita yakin bahwa apa yang jadi milik kita perlu sekali dikembangkan agar dapat dinikmati oleh kalangan lain. Bukankah Nabi Muhammad SAW diutus untuk menjadi rahmat bagi sekalian alam?Dan kita mengaku menjadi pengikut setia dari Nabi kita.
Kedua, baiklah kita ingat bahwa juga dalam pendidikan, kita mempunyai sumber-sumber yang perlu menjadi pedoman Al-Quran dan Sunah. Alam terbentang pun kita jadikan guru dan pengalaman kita serta pengalaman orang lain penuh dengan pelajaran .Adapun pendidikan tentulah ada falsafah sendiri senada dengan pendidikan Islam.
Memang benar, bila soal falsafah kita bangkitkan, pembicaraan tidak akan berkesudahan. Tetapi berapa pun, ada batas dalam falsafah sebagai pedoman (yang dirumuskan atau yang tidak dirumuskan) yang perlu kita jaga. Ada daerah pemikiran yang tidak dapat dirundingkan karena bertolak belakang dengan yang lain, ada yang berkesesuaian, ada yang bisa dirundingkan. Ada pula yang terserah pada pendirian masing-masing dan ini tidak perlu menyebabkan benturan.Yang termasuk boleh bisa dirundingkan dan lapangan yang boleh ini dalam agama kita luas sekali.
Ketiga, pada umumnya semua negeri Islam mempertanyakan diri masing-masing dalam meningkatkan pendidikan.Berbagai konferensi Islam internasional pun telah diadakan untuk mengkaji kembali sistem pendidikan yang sesuai dengan ajaran agama serta tuntutan perkembangan dunia.Baik kajian negeri-negeri Islam masing-masing maupun kajian konferensi internasional itu perlu kita tinjau, dan mungkin sebagiannya dijabarkan.Tentu saja dalam meninjau hal tersebut, kita perlu ingat kondisi tanah air kita, tetapi hal ini kurang terperinci dalam komentar ahli-ahli kita tentang pendidikan, Juga berbagai perguruan tinggi Islam, yang sebagiannya merupakan duplikat dari perguruan tinggi umum negeri . Memang bila hendak bekerja secara teliti, kegiatan harus juga berencana, bukan sekadar menanggapi gagasan orang lain.
Keempat, kerja pendidikan bukan kerja yang bergantung kepada siapa yang menjadi menteri.Kerja pendidikan bukan saja kerja seumur hidup, melainkan sepanjang masa.Oleh karena itu, para ahli serta perguruan tinggi Islam dituntut untuk memberi perhatian secara terus menerus terhadapnya dan mengkajinya.Dengan demikian, penyelesaian masalah pun dilakukan secara terus menerus tanpa bergantung pada kedudukan sesaat dari seseorang, baik dalam organisasi (swasta) maupun dalam pemerintahan.
Kelima, pendidikan mengandung segi praktis, bukan dalam arti perubahan prinsip dasar yang dipedomani, melainkan dalam arti penerapannya dalam kenyataan: berupa hidup proibadi, masyarakat dan Negara. Iman dan amal harus seiring, maka kita perlu konsekuen.Adalah tugas kita untuk mencerminkan iman ini dalam bentuk pemikiran dan pelaksanaanya di negeri kita, termasuk dalam soal pendidikan.Negeri ini milik kita bersama, kita dan mereka siapa saja yang mengaku bertanah air dan kita termasuk memegang saham terbesar di sini. Konsekuensinya, kita juga wajib memberi saham terbesar dalam pembinaannya, antara lain dalam bidang pendidikan.
Demikialah makalah ini penulis buat kiranya menjadi sebuah bahan perbandingan dan intropekasi untuk mewujudkan peningkatan mutu dalam pemebelajaran pendidikan Agama Islam khususnya bagi penulis dan keluarga besar SMP Negeri 3 Kokas di Bomberay-Fakfak.
Comments
Post a Comment