PERAN GURU SEBAGAI MODEL DALAM
PEMBELAJARAN
KARAKTER DAN BUDAYA BANGSA MELALUI
PEMBELAJARAN TEMATIK
Oleh
:Agus Priyono, S.Pd.SD
SD YPPK
Santo Titus Tomage Kab. Fakfak
I.
Pendahuluan
Perubahan
kurikulum yang terjadi di Indonesia telah mempengaruhi perkembangan pendidikan
kita. Itu disebabkan karena pendidikan merupakan tolak ukur pembelajaran dalam
lingkup sekolah. Berhasil atau tidaknya pendidikan bergantung apa yang
diberikan dan diajarkan oleh guru. Hasil-hasil pengajaran dan pembelajaran
berbagai bidang studi terbukti selalu kurang memuaskan berbagai pihak (yang
berkepentingan – stakeholder). Hal tersebut setidak-tidaknya disebabkan
oleh tiga hal. Pertama, Pendidikan yang kurang sesuai dengan kebutuhan
dan fakta yang ada sekarang (Need Assessment). Kedua, Metodologi,
strategi dan teknik yang kurang sesuai dengan materi. Ketiga, Prasarana
yang mendukung proses pembelajaran. Ketiga hal tersebut memberikan dampak yang
besar bagi perkembangan
pendidikan kita.
Untuk
memperbaiki dan meningkatkan mutu proses dan hasil pembelajaran di samping juga
menyelaraskan dan menyerasikan proses pembelajaran dengan pandangan-pandangan
dan temuan-temuan baru di berbagai bidang falsafah dan metodologi pembelajaran
senantiasa dimutakhirkan, diperbaharui, dan dikembangkan oleh berbagai kalangan
khususnya kalangan pendidikan, pengajaran, dan pembelajaran. Oleh karena itu,
falsafah dan metodologi pembelajaran silih berganti dipertimbangkan, digunakan
atau diterapkan dalam proses pembelajaran dan pengajaran. Lebih-lebih dalam
dunia yang lepas kendali atau berlari tunggang-langgang (Anthony Giddens,
1991). Falsafah dan metodologi pembelajaran sangat cepat berubah dan berganti,
bahkan bermunculan secara serempak; satu
falsafah dan metodologi
pembelajaran dengan cepat dirasakan usang dan ditinggalkan, kemudian diganti
(dengan cepat pula) dengan dan dimunculkan satu falsafah dan metodologi
pembelajaran yang lain, malahan sering diumumkan atau dipopulerkan secara
serentak beberapa falsafah dan metodologi pembelajaran.
Tidak
mengherankan, dalam beberapa tahun terakhir ini di Indonesia telah muncul
berbagai falsafah dan metodologi pembelajaran yang dipandang baru dan mutakhir
meskipun akar-akar atau sumber-sumber pandangannya sebenarnya sudah ada
sebelumnya, malah jauh sebelumnya. Beberapa di antaranya (yang banyak
dibicarakan, didiskusikan, dan dicobakan oleh berbagai kalangan pembelajaran
dan sekolah) dapat dikemukakan di sini, yaitu pembelajaran konstruktivis,
pembelajaran kooperatif, pembelajaran terpadu, pembelajaran aktif, pembelajaran
kontekstual (contextual teaching and learning / CTL),
pembelajaran berbasis projek (project- based learning), pembelajaran
berbasis masalah (problem-based learning), pembelajaran interaksi
dinamis, dan pembelajaran kuantum (quantum learning). Dibandingkan
dengan falsafah dan metodologi pembelajaran lainnya, falsafah dan metodologi
pembelajaran kuantum yang disebut terakhir tampak relatif lebih populer dan
lebih banyak disambut gembira oleh pelbagai kalangan di Indonesia berkat penerbitan
beberapa buku mengenai hal tersebut oleh Penerbit KAIFA Bandung [Quantum
Learning, Quantum Business, dan Quantum Teaching] di samping berkat upaya popularisasi yang
dilakukan oleh berbagai pihak melalui seminar, pelatihan, dan penerapan
tentangnya.
Walaupun demikian, masih banyak
pihak yang mengenali pembelajaran kuantum secara terbatas – terutama terbatas
pada bangun utamanya. Segi-segi kesejarahan, akar pandangan, dan
keterbatasannya belum banyak dibahas orang. Ini berakibat belum dikenalinya
pembelajaran kuantum secara utuh dan lengkap.
J.
Peran Guru
Dalam proses
pendidikan, guru tidak hanya menjalankan fungsi alih ilmu pengetahuan (transfer
of knowledge) tapi juga berfungsi untuk menanamkan nilai (value)
serta membangun karakter (Character Building) peserta didik secara
berkelanjutan dan berkesinambungan. Kalau kita lihat secara terminology, peran
guru merupakan manifestasi dari sifat ketuhanan. Demikian mulianya posisi guru,
sampai Tuhan, dalam pengertian sebagai rabb mengidentifikasi diri-Nya sebagai
rabbul’alamin “Sang Maha Guru”, ”Guru seluruh jagad raya”.
Oleh karena itu,
kita sebagai hamba-Nya mempunyai kewajiban yaitu belajar, mencari ilmu
pengetahuan. Orang yang telah mempunyai ilmu pengetahuan memiliki kewajiban
mengajarkannya kepada orang lain. Dengan demikian, profesi guru dalam
menyebarkan ilmu pengetahuan merupakan infestasi ibadah. Barang siapa yang
menyembunyikan sebuah pengetahuan maka ia telah melangkahkan kaki menuju jurang
api neraka.
Selain itu, guru
juga berperan sebagai pendidik (nurturer) yang berperan dan berkaitan
dengan tugas-tugas memberi bantuan dan dorongan (supporter), tugas-tugas
pengawasan dan pembinaan (supervisor) serta tugastugasyang berkaitan
dengan mendisiplinkan anak agar anak itu menjadi patuh terhadap aturan-aturan
sekolah dan norma hidup dalam keluarga dan masyarakat. Tugas-tugas ini
berkaitan dengan meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan anak untuk
memperoleh pengalaman-pengalaman lebih lanjut seperti penggunaan kesehatan
jasmani, bebas dari orang tua, dan orang dewasa yang lain, moralitas
tanggungjawab kemasyarakatan, pengetahuan dan keterampilan dasar,
persiapan.untuk perkawinan dan hidup berkeluarga, pemilihan jabatan, dan
hal-hal yang bersifat personal dan spiritual. Oleh karena itu tugas guru dapat
disebut pendidik dan pemeliharaan anak. Guru sebagai penanggung jawab
pendisiplinan anak harus mengontrol setiap aktivitas anak-anak agar tingkat
laku anak tidak menyimpang dengan normanorma yang ada.
Selain sebagai
kewajiban, mengajar juga merupakan profesi dalam
meningkatkan kompetensi
kualifikasi akademik. “Apabila dilakukan oleh orang yang bukan ahlinya maka
tunggulah kehancuranmu”, penggalan hadits Rasulullah SAW yang
dijadikan warning oleh guru.
1. Guru sebagai
Model dalam Pembelajaran
Guru mempunyai tugas
dan kewajiban, tidak hanya mengajar, mendidik dan membimbing siswa tetapi juga
patut sebagai model dalam pembelajaran sehingga mampu menciptakan suasana
belajar yang aktif dan menyenangkan [yang lebih dikenal dulu, Pembelajaran
PAKEM]. Disini, guru sangat berperan untuk menjadi contoh sekaligus motivator dan
inspirator sehingga peserta didik akan lebih tertarik dan antusias dalam
belajar, sehingga hasil belajar yang didapat berdaya guna dan berhasil.
Sebagai model
atau contoh bagi anak tidaklah mudah bagi seorang guru karena kita tahu bahwa
setiap anak mengharapkan guru mereka dapat menjadi contoh atau model baginya.
Oleh karena itu tingkah laku pendidik baik guru, orang tua atau tokoh-tokoh
masyarakat harus sesuai dengan norma-norma yang dianut oleh masyarakat, bangsa dan
negara. Karena nilai nilai dasar negara dan bangsa Indonesia adalah Pancasila,
maka tingkah laku pendidik harus selalu diresapi oleh nilai-nilai Pancasila.
Guru sebagaimana
orang tua sudah seharusnya bisa menjadi model bagi anak-anak. Perilaku
keseharian bisa menjadi tauladan bagi anak-anak
didik. Guru bisa menjadi figur sentral dalam pembentukan kepribadian anak.
Jujur, saat ini banyak anak kehilangan figur sentral. Banyak anak yang lebih
cenderung untuk menjadikan tontonan sebagai model. Bisa saja hal ini terjadi
karena orang tua yang mestinya bisa sebagai model jarang ditemui karena sibuk.
Sehingga anak-anak mencari figur lainnya. Misalnya saja model itu bisa
ditemukan pada diri pembantu, pada tokoh sinetron yang dikagumi, atau mungkin
sahabatnya yang dijadikan figur.
Di sinilah guru
dituntut untuk menjadi model. Berikan yang terbaik buat anak-anak kita. Banyak
anak-anak yang sukses karena melihat figur gurunya yang bersahaja, tegas, dan
berwibawa. Anak-anak adalah mata rantai pewaris perjuangan dalam menegakkan
nilai-nilai kebenaran. Anak-anak adalah pengawal negeri tercinta. Dialah yang
akan menjaga dan melestarikan nilai-nilai budaya yang telah dibangun dengan
susah payah. Dalam proses transfering values and knowladge guru senantiasa mengajar
dan berkomunikasi. Guru tidak bisa meninggalkan nilai-nilai dalam mendidik
putra-putrinya. Sekali lagi, sebagai agen perubahan, guru bukan hanya transfer
knowledge, tetapi transfer nilai-nilai. Hal-hal
yang tidak baik segera diganti
dengan nilai-nilai yang baik.
Berbagai teori
telah menyebutkan bahwa apa yang sudah diterima anak di masa tanam akan masuk
dalam memori jangka panjang atau tersimpan pada alam bawah sadar. Namun
demikian, kita tidak boleh berputus asa, tidak boleh hawatir untuk melakukan
perubahan. Masa model bisa untuk memperbaiki kondisi yang pernah terjadi di
masa tanam.
Kita bisa melihat cara kerja
komputer. Ketika masih baru dan mulai diisi kemudian disimpan, maka itulah yang
akan tersimpan terus. Namun suatu saat apa yang tersimpan itu harus kita delet
untuk diganti dengan yang lebih baik, maka yang sudah didelet itu akan hilang.
Berbeda jika ada file baru yang
masuh dan tersimpan, maka sejauh mana file yang tersimpan itu terbuka kembali.
Di sinilah peran
guru sebagai agen perubahan. Guru berperan
sebagi model yang bisa diteladani
oleh anak-anak. Banyak model yang dilihat oleh anak-anak di luar sekolah. Namun
di sekolahlah yang diharapkan model itu bisa ditemukan oleh anak. Sekolah
setidaknya mampu menjadi filter terhadap pengaruh yang terjadi di luar rumah.
2. Pembelajaran
Karakter dan Budaya Bangsa
Undang-Undang
Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU
Sisdiknas) merumuskan fungsi dan tujuan pendidikan nasional yang harus
digunakan dalam mengembangkan upaya pendidikan di Indonesia. Pasal 3 UU
Sisdiknas
menyebutkan, “Pendidikan nasional
berfungsi mengembangkan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang
bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab”. Tujuan pendidikan nasional itu merupakan rumusan mengenai kualitas
manusia Indonesia yang harus dikembangkan. oleh setiap satuan pendidikan.
Oleh karena itu,
rumusan tujuan pendidikan nasional menjadi dasar dalam pengembangan pendidikan
budaya dan karakter bangsa. Untuk
mendapatkan wawasan mengenai arti pendidikan budaya dan karakter bangsa perlu
dikemukakan pengertian istilah budaya, karakter bangsa, dan pendidikan.
Pengertian yang dikemukakan di sini dikemukakan secara teknis dan digunakan
dalam mengembangkan pedoman ini. Budaya diartikan sebagai keseluruhan sistem
berpikir, nilai, moral, norma, dan keyak nan (belief) manusia yang
dihasilkan masyarakat. Sistem berpikir, nilai, moral, norma, dan keyakinan itu adalah
hasil dari interaksi manusia dengan sesamanya dan lingkungan alamnya. Sistem
berpikir, nilai, moral, norma dan keyakinan itu digunakan dalam kehidupan
manusia dan menghasilkan sistem sosial, sistem ekonomi, system kepercayaan,
sistem pengetahuan, teknologi, seni, dan sebagainya. Karakter adalah watak,
tabiat, akhlak, atau kepribadian seseorang yang terbentuk dari hasil
internalisasi berbagai kebajikan (virtues) yang diyakini dan digunakan
sebagai landasan untuk cara pandang, berpikir, bersikap, dan bertindak.
Kebajikan terdiri atas sejumlah nilai, moral, dan norma, seperti jujur, berani
bertindak, dapat dipercaya, dan hormat kepada orang lain. Interaksi seseorang
dengan orang lain menumbuhkan karakter masyarakat dan karakter bangsa. Oleh
karena itu, pengembangan karakter bangsa hanya dapat dilakukan melalui pengembangan karakter individu seseorang. Pendidikan
adalah suatu usaha yang sadar dan sistematis dalam mengembangkan potensi
peserta didik. Pendidikan adalah juga suatu usaha masyarakat dan bangsa dalam
mempersiapkan generasi mudanya bagi keberlangsungan kehidupan masyarakat dan
bangsa yang lebih baik di masa depan. Keberlangsungan itu ditandai oleh
pewarisan budaya dan karakter yang telah dimiliki masyarakat dan bangsa.
Oleh karena itu,
pendidikan adalah proses pewarisan budaya dan karakter bangsa bagi generasi
muda dan juga proses pengembangan budaya dan karakter bangsa untuk peningkatan
kualitas kehidupan masyarakat dan bangsa di masa mendatang. Dalam proses
pendidikan budaya dan karakter bangsa, secara aktif peserta didik mengembangkan
potensi dirinya, melakukan proses internalisasi, dan penghayatan nilai-nilai
menjadi kepribadian
mereka dalam bergaul di
masyarakat, mengembangkan kehidupan masyarakat yang lebih sejahtera, serta
mengembangkan kehidupan bangsa yang bermartabat.
Berdasarkan
pengertian budaya, karakter bangsa, dan pendidikan yang telah dikemukakan di
atas maka pendidikan budaya dan karakter bangsa dimaknai sebagai pendidikan
yang mengembangkan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa pada diri peserta
didik sehingga
mereka memiliki
nilai dan karakter sebagai karakter dirinya, menerapkan nilai-nilai tersebut
dalam kehidupan dirinya, sebagai anggota masyarakat, dan warganegara yang
religius, nasionalis, produktif dan kreatif .
Pendidikan yang
berbasis karakter dan moral bangsa sesuai dengan Pasal 20 tahun 2010. Dalam isi
kurikulum ini, perlu sekali bagi kita tidak hanya mengajar tetapi memberikan
tingkah laku dan perilaku yang baik sehingga kedepan peserta didik mempunyai
perilaku yang baik. Tidak hanya ilmu pengetahuan saja yang diharapkan kita,
sebagai generasi penerus bangsa, peserta didik perlu sekali dibekali attitude
yang baik dan terpuji, mengenal karakter diri dan budaya yang selama ini menjadi
kebiasaan yang baik dimata masyarakat bahkan dunia.
3. Guru sebagai
model dalam pembelajaran karakter dan budaya bangsa melalui Pembelajaran
Tematik
Pembelajaan tematik adalah
pembelajaran tepadu yang menggunakan tema untuk mengaitkan beberapa mata
pelajaran sehingga dapat memberikan pengalaman bermakna kepada siswa. Tema
adalah pokok pikiran atau gagasan pokok yang menjadi pokok pembicaraan
(Poerwadarminta, 1983). Dengan tema diharapkan akan memberikan banyak
keuntungan, di antaranya:
a.
Siswa
mudah memusatkan perhatian pada suatu tema tertentu,
b.
Siswa
mampu mempelajari pengetahuan dan mengembangkan berbagai kompetensi dasar antar matapelajaran dalam tema yang sama;
c.
pemahaman
terhadap materi pelajaran lebih mendalam dan berkesan;
d.
kompetensi
dasar dapat dikembangkan lebih baik dengan mengkaitkan mata pelajaran lain
dengan pengalaman pribadi siswa;
e.
Siswa
mampu lebih merasakan manfaat dan makna belajar karena materi disajikan dalam
konteks tema yang jelas;
f.
Siswa
lebih bergairah belajar karena dapat berkomunikasi dalam situasi nyata, untuk
mengembangkan suatu kemampuan dalam satu mata pelajaran sekaligus mempelajari mata
pelajaran lain;
g.
guru
dapat menghemat waktu karena mata pelajaran yang disajikan secara tematik dapat
dipersiapkaan sekaligus dan diberikan dalam dua atau tiga pertemuan, waktu
selebihnya dapat digunakan untuk kegiatan remedial, pemantapan, atau pengayaan.
Pembelajaran
tematik lebih menekankan pada keterlibatan siswa dalam proses
belajar secara aktif dalam proses
pembelajaran, sehingga siswa dapat memperoleh pengalaman langsung dan terlatih
untuk dapat menemukan sendiri berbagai pengetahuan yang dipelajarinya. Melalui
pengalaman langsung siswa akan memahami konsep-konsep yang mereka pelajari dan
menghubungkannya dengan konsep lain yang telah dipahaminya. Teori pembelajaran
ini dimotori para tokoh Psikologi Gestalt, termasuk Piaget yang menekankan
bahwa pembelajaran haruslah bermakna dan berorientasi pada kebutuhan dan
perkembangan anak.
Pembelajaran
tematik lebih menekankan pada penerapan konsep belajar sambil
melakukan sesuatu (learning by
doing). Oleh karena itu, guru perlu mengemas atau merancang pengalaman
belajar yang akan mempengaruhi kebermaknaan belajar siswa. Pengalaman belajar
yang menunjukkan kaitan unsur-unsur konseptual menjadikan proses pembelajaran
lebih efektif. Kaitan konseptual antar mata pelajaran yang dipelajari akan
membentuk skema, sehingga siswa akan memperoleh keutuhan dan kebulatan
pengetahuan. Selain itu, dengan penerapan pembelajaran tematik di sekolah dasar
akan sangat membantu siswa, karena sesuai dengan tahap perkembangannya siswa
yang masih melihat segala
sesuatu sebagai satu keutuhan
(holistik).
Beberapa ciri
khas dari pembelajaran tematik antara lain: 1) Pengalaman dan
kegiatan belajar sangat relevan
dengan tingkat perkembangan dan kebutuhan anak usia sekolah dasar; 2)
Kegiatan-kegiatan yang dipilih dalam pelaksanaan pembelajaran tematik bertolak
dari minat dan kebutuhan siswa; 3) Kegiatan belajar akan lebih bermakna dan
berkesan bagi siswa sehingga hasil belajar dapat bertahan lebih lama; 4)
Membantu mengembangkan keterampilan berpikir siswa; 5) Menyajikan kegiatan
belajar yang bersifat pragmatis sesuai dengan permasalahan yang sering ditemui
siswa dalam lingkungannya; dan 6) Mengembangkan keterampilan sosial siswa,
seperti kerjasama, toleransi, komunikasi, dan tanggap terhadap gagasan orang
lain.
Dengan
pelaksanaan pembelajaran dengan memanfaatkan tema ini, akan diperoleh beberapa
manfaat yaitu: 1) Dengan menggabungkan beberapa kompetensi dasar dan indikator
serta isi mata pelajaran akan terjadi penghematan, karena tumpang tindih materi
dapat dikurangi bahkan dihilangkan, 2) Siswa mampu melihat hubungan-hubungan
yang bermakna
sebab isi/materi pembelajaran
lebih berperan sebagai sarana atau alat, bukan tujuan akhir, 3) Pembelajaran
menjadi utuh sehingga siswa akan mendapat pengertian mengenai proses dan materi
yang tidak terpecah-pecah. 4) Dengan adanya pemaduan antar mata pelajaran maka
penguasaan konsep akan semakin baik dan meningkat.
Sebagai suatu model pembelajaran
di sekolah dasar, pembelajaran tematik memiliki karakteristik-karakteristik
sebagai berikut:
a. Berpusat
pada siswa
Pembelajaran tematik berpusat
pada siswa (student centered), hal ini sesuai dengan pendekatan belajar modern
yang lebih banyak menempatkan siswa sebagai subjek belajar sedangkan guru lebih
banyak berperan sebagai fasilitator yaitu memberikan kemudahan-kemudahan kepada
siswa untuk melakukan aktivitas belajar.
b. Memberikan
pengalaman langsung
Pembelajaran tematik dapat
memberikan pengalaman langsung kepada siswa (direct experiences). Dengan
pengalaman langsung ini, siswa dihadapkan pada sesuatu yang nyata (konkrit)
sebagai dasar untuk memahami hal-hal yang lebih abstrak.
c. Pemisahan
matapelajaran tidak begitu jelas
Dalam pembelajaran tematik
pemisahan antar mata pelajaran menjadi tidak begitu jelas. Fokus pembelajaran
diarahkan kepada pembahasan tema-tema yang paling dekat berkaitan dengan
kehidupan siswa.
d. Menyajikan
konsep dari berbagai matapelajaran
Pembelajaran tematik menyajikan
konsep-konsep dari berbagai mata pelajaran dalam suatu proses pembelajaran.
Dengan demikian, Siswa mampu memahami konsep-konsep tersebut secara utuh. Hal
ini diperlukan untuk membantu siswa dalam memecahkan masalah-masalah yang
dihadapi dalam kehidupan sehari-hari.
e. Bersifat
fleksibel
Pembelajaran tematik bersifat
luwes (fleksibel) dimana guru dapat mengaitkan
bahan ajar dari satu mata pelajaran dengan mata pelajaran yang lainnya, bahkan
mengaitkannya dengan kehidupan siswa dan keadaan lingkungan dimana sekolah dan
siswa berada.
f. Hasil
pembelajaran sesuai dengan minat dan kebutuhan siswa
Siswa diberi kesempatan untuk mengoptimalkan
potensi yang dimilikinya sesuai dengan minat dan kebutuhannya.
g. Menggunakan
prinsip belajar sambil bermain dan menyenangkan
Agar memberikan hasil yang
maksimal pengembangan pembelajaran tematik harus mempertimbangkan rambu-rambu
antaralain:
a. Tidak semua mata pelajaran harus
dipadukan
b. Dimungkinkan terjadi penggabungan
kompetensi dasar lintas semester
c. Kompetensi dasar yang tidak dapat
dipadukan, jangan dipaksakan untuk dipadukan.
Kompetensi dasar yang tidak
diintegrasikan dibelajarkan secara tersendiri.
d. Kompetensi dasar yang tidak tercakup
pada tema tertentu harus tetap diajarkan baik
melalui tema lain maupun disajikan
secara tersendiri.
e. Kegiatan pembelajaran ditekankan pada kemampuan
membaca, menulis, dan berhitung
serta penanaman nilai-nilai moral
f. Tema-tema yang dipilih disesuaikan
dengan karakteristik siswa, minat, lingkungan, dan
daerah setempat.
Seorang guru
tidak hanya mengajar di dalam kelas saja tetapi seorang guru harus mampu
menjadi katalisator, motivator dan dinamisator pembangunan tempat di mana ia
bertempat tinggal. Ketiga tugas ini jika dipandang dari segi anak didik maka
guru harus memberikan nilai-nilai yang berisi pengetahuan masa lalu, masa
sekarang dan masa yang akan datang, pilihan nilai hidup dan praktek-praktek komunikasi.
Pengetahuan yang kita berikan kepada anak didik harus mampu membuat anak didik
itu pada akhimya mampu memilih nilai-nilai hidup yang semakin komplek dan harus
mampu membuat anak didik berkomunikasi dengan sesamanya di dalam masyarakat,
oleh karena anak didik ini tidak akan hidup mengasingkan diri. Kita mengetahui
cara manusia berkomunikasi dengan orang lain tidak hanya melalui bahasa tetapi
dapat juga melalui gerak, berupa tari-tarian, melalui suara (lagu, nyanyian),
dapat melalui warna dan garis-garis (lukisan-lukisan), melalui bentuk berupa
ukiran, atau melalui simbul-simbul dan tanda tanda yang biasanya disebut
rumus-rumus.
Jadi nilai-nilai
yang diteruskan oleh guru atau tenaga kependidikan dalam rangka melaksanakan
tugasnya, tugas profesional, tugas manusiawi, dan tugas kemasyarakatan, apabila
diutarakan sekaligus merupakan pengetahuan, pilihan hidup dan praktek
komunikasi. Jadi walaupun pengutaraannya berbeda namanya, oleh karena dipandang
dari sudut guru dan dan sudut siswa, namun yang diberikan itu adalah nilai yang
sama.
Selanjutnya,
pembinaan terhadap guru sebelum mendidik dan mengajar sangat diperlukan sekali,
mengingat perannya dalam dunia pendidikan untuk menjadi manusia, pribadi (person)
dan tidak hanya menjadi pengajar (teachers)
atau pendidik (educator), dan orang ini kita didik untuk menjadi manusia
dalam artian menjadi makhluk yang berbudaya. Sebab kebudayaanlah yang
membedakan makhluk manusia dengan makhluk hewan. Kita tidak dapat mengatakan
bahwa hewan berbudaya, tetapi kita dapat mengatakan bahwa makhluk manusia
adalah berbudaya, artinya di sini jelas kalau yang pertama yaitu training
menyiapkan orang itu menjadi
guru, membuatnya menjadi terpelajar, aspek yang kedua mendidiknya menjadi
manusia yang berbudaya, sebab sesudah terpelajar tidak dengan sendininya orang
menjadi berbudaya, sebab seorang yang dididik dengan baik tidak dengan
sendininya menjadi manusia yang berbudaya.
Memang lebih mudah
membuat manusia itu berbudaya kalau ia terdidik atau terpelajar, akan tetapi
orang yang terdidik dan terpelajar tidak dengan sendirinya berbudaya. Maka
mengingat pendidikan ini sebagai pembinaan pra jabatan yaitu di satu pihak
mempersiapkan mereka untuk menjadi guru dan di lain pihak membuat mereka
menjadi
manusia dalam artian manusia
berbudaya, kiranya perlu dikemukakan mengapa guru itu harus menjadi rnanusia
berbudaya. Oleh karena pendidikan merupakan bagian dari kebudayaan maka
pendidikan dapat berfungsi melaksanakan pengajaran perilaku yang berdasarkan
adat istiadat dan budaya bangsa. Oleh sebab itu, pendidikan karakter dan budaya
bangsa sekarang ini disosiaisasikan dan dimasukkan ke dalam kurikulum baru kita
yaitu kurikulum 2013 yang berisikan pendidikan karakter dan budaya bangsa.
Disinilah, guru
harus menanamkan rasa solidaritas, persahabatan dan toleransi kepada sesama
maupun orang lain sehingga peserta didik menjadi lebih mengenal budaya bangsa
dan karakter bangsa-nya.
III. Kesimpulan
Pendidikan
karakter dan budaya bangsa merupakan kurikulum baru yang telah disosialisasikan
di sekolah-sekolah karena perlu bagi kita memberikan dan mengajarkan perilaku
yang baik kepada peserta didik sehingga mereka mampu bertindak dengan baik dan
terpuji. Dalam kurikulum ini, guru sangat berperan aktif untuk menjelaskan
hal-hal atau
perilaku yang perlu diterapkan ke
peserta didik baik dalam kehidupan sehari-hari maupun di lingkungan formal
seperti sekolah.
Sumber :
Artikel-artikel dari webset /
brosing internet.
Panduan Peningkatan Mutu
Pembelajaran di SD, Kemdikbud Dirjend Dikdas dan PSD 2014
Comments
Post a Comment