Skip to main content

Pengaruh Sekolah Pada Pendidikaan



PENGARUH SEKOLAH PADA KEPRIBADIAN
Oleh
Adenan Kabes, S.Pd  (Guru Kelas)

D
Imensi terpenting dari perkembangan kognitif di masa anak usia SD adalah prestasi. Kita biasanya termotivasi untuk melakukan sesuatu sebaik-baiknya, mencapai suatu keberhasilan di lingkungan kita, menjelajahi rasa antusias dan rasa ingin tahu kita darisuatu lingkungan, dan mencapai kesuksesan setinggi mungkin. Dalam halinikita hidupdalam lingkunganyang berorientasi pada prestasi dengan standar ukuran keberhasilan itu penting. Untuk mencapai keberhasilan diperlukandorongan untuk bersaing, keinginganuntuk menang, motivasi untuk melakukan sesuatu sebaik-baiknya. Di dunia Barat, sejak tahun 1950-an minat pada prestasi mulai menjamur. Minat para ahli, kemudian tertuju pada hasrat untukber prestasi (Santrock, 2002).
A.      HASRAT BERPRESTASI
Di lingkungan kita, memang banyak dijumpaimorang-orang yang memiliki motivasi yang tinggi untuk berhasil dan mereka berusaha untuk mencapainya. Sementara ada pula orang-orang yang tidak termotivasi untuk berhasil dan tidak bekerja keras untuk berhasil. Kedua tipe inimemmang berbeda dalamhasrat berprestasi mereka. Hasrat berprestasi menunjukkan keinginan untuk mencapaisesuatu, keinginan untuk mencapai yang terbaik, memperluas usaha untukmencapai sesuatu.
Berbagai penelitian telah menghubungkan prestasi dengan respons yang berkaitan dengan aspek dari pengalaman dan tingkah laku individu. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa individu yang memiliki orientasi berprestasi memiliki harapanyang besar untuk berhasil daripada yang takut akan kegagalan (Atkinson & Raynor, dalam Santrock, 2002). Sedangkan penelitian Huston-Stein & Higgens-Trenk (dalam Strock, 2002) menunjukkan bahwa untuk meningkatkan prestasi anak, orang tua perlu menetapkan standar tertentu agar anak berprestasi, orang tua juga merupakan m,odel. Oleh karena itu perlu, menunjukkan tingkah laku yang berorientasi pada prestasi, dan perlunya penghargaan untuk anak atas keberhasilan yang dicapainya.

B.       MOTIVASI INTRINSIK DAN EKSTRINSIK
Motivasi berpretasi seseorang apakah di sekolah, tempat kerja atau di tempat mana pun dapat dibagi menjadi dua tipe, yaitu motivasi intrinsik, yang merupakan harapan dalam diri (internal) untuk berhasil dan melakukan sesuatu untuk diri sendiri; dan motivasi ekstrinsik, yang dipengaruhi oleh penghargaan atau hukuman dari luar (eksternal). Contoh dari kedua motivasi

ini, misalnya seseorang peserta didik bekerja keras karena keberhasilan dalam pendidikan itu penting maka yang berperan pada dirinya adalah motivasi intrinsik. Tetapi kalau ia bekerja keras karena kelak supaya mendapatkan kelulusan dan mendapat pekerjaan yang gajinya tinggi selesai sekolah/kuliah makayang berperan adalah motivasi ekstrinsik.
Timbul pertanyaan mengenai perlu atau tidaknya memberikan penghargaan/hadiah untuk memotivasi anak melakukan sesuatu. Jika anak tidak melakukan sesuatu pekerjaan sesuaidengan kemampuannya, bosan atau memiliki sikap yang negatif, mungkin diperlukan penghargaan/hadiah untuk memperbaiki motivasinya. Namun demikian, dari suatupenelitian menunjukkan bahwa anak dengan minat yang tinggi pada suatu hal akan tekunmenghadapinya tanpa mengharapkan adanya penghargaan/hadiah.dengan demikian, motivasi juaga ada kaitannya dengan minat seseorang.
Tampaknya motivasi intrinsik yang merupakan motivasi intrenal perlu dipupk dalam diri anak, sedangkan faktor eksternal sebaiknya dikurangi. Halini juga sesuai dengan yang dikemukan oleh Pintrich dan Schunk (1996) bahwamotivasi intrinsik merupakan sumber yang kuat dan positif dalam kehidupan manusia. Akhir-akhir ini di lingkungan sekolah banyak dijumpai anak didik yang kurang memiliki motivasi intrinsik. Sebenarnya anak perlu belajar bahwa sebab-sebab keberhasilan atau kegagalan sangat tergantung dari usaha yang dilakukannya. Berkaitan dengan hal tersebut, Lepper dan Hodell (dalam Pintrich & Schunk, 2008) mengemukakan 4 sumber dari motivasi intrinsik, yaitu tantangan, rasa ingin tahu, kontrol dan fantasi, yang perlu ditingkatkan agar motivasi intrinsik dalam diri seseorang meningkat. Merupakan tugas guru di sekolah untuk meningkatkan keempat sumber tersebut agar anak  didik tidakselalu mengharapkandorongan dari luar, tetapi sadar dan mau berusaha mencapaikeberhasilan.
Tantangan. Berbagai aktivitas yang menantang keterampilan siswa dapat memotivasi siswa secara intrinsik.keberhasilan dalam mencapai tujuan/sesuatau yang menantang dapat membuat siswa menjadi lebih kompeten sehingga meningkatkan self efficacy-nya (kesadaran dalam diri seseorang akan kompetensinya). Dengan demikian, siswa akan lebih mudah menentukan tujuan-tujuan baru yang menantang, yang melibatkan motivasi intrinsiknya. Untuk itupastiknlah bahwa anak tidak bosan padatugas-tugas yang mudah atau menghindari diri dari tugas-tugas yang sulit. Sebagai contoh, guru dapat menberikan tugas kelompok yang harus diselesaikan bersamadan perhatikan bahwa setiap anak terlibat dan bertanggung jawab untuk menyelesaikan tugas tersebut.
Rasa ingin tahu. Rasa ingin tahu dapat dibangkitkan melalui kegiatan yang memberikan informasi atau ide-ide pada siswa yang berbeda dengan apa yang telahdiketahui atau dipercaya siswa selama ini. Keadaan ini akan menimbulkan suatu ketidakcocokkan atau keganjilan sehingga membuat siswa perlu mencari informasi yang yang tepat untuk menyelesaikan perbedaantersebut. Adanya tantangan dan perbedaan yang tidak terlalu besar tampaknya lebih efektif karena akan lebih mudah bagi siswa untuk menyelesaikan sehingga tidak menimbulkankeputusasaan yang mendalam. Misalnya, pada pelajaran IPA guru bersama anak bersama-sama membuat penelitian mengenai sifat air.
Kontrol. Kegiatan yaang memberikan siswa untuk mengontrol hasil prestasinya dapat meningkatkan motivasi intrinsiknya. Anak tidak akan termotivasi untuk mengikuti suatu

kegiatan jika ia percaya bahwa usahanya tidak sesuai dengan hasil yang dicapai. Pandangan mengenai kurangnya kontrol diri dapat dikaitkan dengan perasaan bahwa seberapa besar usaha yang diberikan, pasti akan menunjukkan kegagalan. Untuk ,meningkatkan sumber ini, misalnya pada tahun ajaran baru guru bersama siswa menetukan aturan yang diciptakan di kelas dan mencoba untuk membuat daftar berbagai akibat (positif maupun negatif) jika anak mengikuti atau melanggar aturan yang sudah disepakati bersama.
Fantasi atau daya khayal. Motivasi intrinsik dapat dikembangkan melalui kegiatanyang melibatkan siswauntuk berfantasi dalamkegiatansimulasi atau permainan. Kegiatan seperti ini dapat dilakukandi luar sekolah karena hal ini tampaklebihberanfaat, dimana dapatembuat siswa lebih paham mengenai bagaimana suatu Kegiatan Belajar dapat diterapkan di luar lingkungan sekolah. Kegiatan yang dapat dilakukan di kelas, misalnya untuk pelajaran sejarah para siswa diminta untuk membuat suatu kegiatan drama tentang perang Diponegoro.
Meskipun guru berperan dalam meningkatkan keempat sumber tersebut di lingkungan sekolah, namun tidak menutup kemungkinan agar orang tuajuga menerapkannya di lingkungan rumah. Dari penelitian Adele dan Allen (1989 dalam Santrock, 2002) menunjukkan bahwa adanya pengalaman bervariasi dari lingkungan rumah, seperti dukungan orang tua mengenai rasa ingin tahu dan kemampuan anak, dan lingkungan rumah yang menekankan pada akademis berkaitan dengan tingkah laku yang berhubungan dengan motivasi intrinsik anak didik.
Tak dapat dipungkiri bahwa usaha merupakan hal terpenting dari faktor dalam diri. Penelitian terakhir menunjukkan bahwa anak kelas 3 hingga 6 merasa bahwa usaha merupakan strategi yang paling efektif untuk mencapai hasil kerja yang baik di sekolah (Santrock, 2002).

C.      ORIENTASI MASTERY DAN ORIENTASI HELPESS
Berkaitan dengan motivas intrinsik, dan pentingnya usaha mencapai keberhasilan  maka orientasi mastery berperan dalam diri seseorang. Henderson dan Dweck (1990) yang merupakan ahli psikologi perkembangan menemukan bahwa pada anak-anak dan remaja ditemukan 2 reaksi yang berbeda dalam menghadapi suatu tantangan. Orientasi helpless (tidak berdaya) menunjukkan anak terjebak dalam pengalaman yang menyulitkan maka mereka menghubungkan kesulitannya dengan ketidakmampuannya. Jika anak ini dihadapkan pada sola sulit, ia akan mengatakan “Saya tidak mampu melakukan ini” walaupun ia sebenarnya pernah menunjukkan keberhasilannya. Jika suatu ketika ia meemandang perilakunya sebagaisuatu kegagalan, anak akan merasa cemas mengenai situasi dan kinerjanya. Sementara itu, orientasi mastery (menguasai tertentu) menunjukkananak yangberorientasi pada  tugas. Anak mementingkan kemampuannya, anak jugamemusatkan perhatiannyapada strategi belajarnya. Anak yang berorientasi mastery ini selalu berusaha untuk memusatkan perhatiannya, berpikir dan bertindak hati-hati, dan mengingat strategi yang pernah dilakukannya. Mereka cenderung merasatertantangt dan senang menghadapi tugas-tugas yang penuh tantangan.
Yarrow (1984 dalam Shaffer, 1996) menemukan bahwa anak yang memiliki skor tinggi dalam motivasi mastery memiliki orang tua yangsering memberikanrangsangan sensoris yang dapat membangkitkan rasa ingintahunya, hal ini sekaligus menunjukkan bagaiman lingkungan rumah turut berperandalam motivasi mastery. Kualitas kedekatan anak dengan orang tua juga dapat berpengaruh, dimana kebutuhan dasar rasa aman diperoleh dari kasih sayang. Orangtua

yang  selalu tanggap dapat membuat anak merasa aman untuk mencoba suatu hal yang menantang dan penuh resiko pun dapat menggambarkan bagaimana pola asuh yang diterapkan di rumah.
Shaffer (1996) menyebutkan ada beberapa karakteristik orangttua dari anak-anak yang memiliki motivasi berprstasi yang tinggi. Karakteristik tersebut adalah (1) hangat, peuh peenerimaan, dan cepat memberikan pujian keberhasilan anak; (2) memberikan bimbingan dan kontrol berdasarkan standar tertentu, kemudian memonitor perkembangan dari keberhasilan anak; dan (3) menanamkan kemandirian pada anak. Dalam kaitannya dengan karakteristik tersebut Baumrind (dalam Shaffe,1996) menunjukkan bahwa pola asuh otoritatif cenderung memberikan dampak positif dalam prestasi anak. Di lain pihak. Sikap orang tua yang kurang terlibat dan kurang membimbing,serta terlalu nmengontrol dan sibuk menanyakan pekerjaan rumah, justru menghambat prestasi dan motivasi anak.
Pengaruh teman sebaya cukup besar, khususnya pada anak remaja, bahkan kadang kala mengurangi usaha orang tua untuk mendorng prestasi belajar anak. Namun demikian, usia SD pengaruh teman sebaya memang belum terlalu besar apabila dibandingkan dengan mereka yang berada di usia remaja. Justru pada usia SD tampaknya guru cukup berperan, khususnya di lingkungan sekolah. Guru dapat mempengaruhi motivasi anak dengan berbagai cara, tetapi sebelum ia memutuskan akanmenggunakancara yang mana makaia perlu membuatperencanaan dan membuat keputusan. Perencanaan guru sangat dipengaruhi oleh bagaiman karakter  siswa di kelasnya, dan bagaimana cara memotivasi merupakan hal penting dalam membuat keputusan. Bagianterpenting dalam menyusun perencanaan adalah dalam memutuskan jenis kegiatan yang perlu dirancang agar siswa dapat bekerja baik secara individual maupun berkelompok. Ada berbagai macam tipe/bentuk kelompok, seperti kelompok yang senang bersaing, yang kooperatif (dapat bekerja sama) atau yang individuallistik. Bagaimana tipe/bentuk kelompok yang dapat mempengaruhi motivasi siswa.  Bentuk kelompok yang senang bersaing dapat menambah perbandingkan sosial antar anggota kelompok. Bentuk kelompok yang individualistik menunjukkn bahwa penghargaan merupakan dasar  untuk perbaikan dirinya. Sedangkan kelompok yang kooperatif memungkinkan siswa untuksaling berbagi penghargaan yang diterima berdasarkan hasil kerja yang diberikan oleh kelompok.
Pintrich dan Schunk (2008) menunjukkan bahwajikaguru yang mengajar secara terstruktur, akan mengikuti prinsip-prinsip, seperti diawalii dengan memberikan rangkuman secara singkat terhadap materi yang berkaitan dengan pokok bahasan, menyajikan materi secara bertahap dll. Penerapan seperti ini dapat meningkatkanmotivasi karenaguru membantusiswa dalam belajar mencapai kesuksesan. Pengaruh lain yangjuga penting dalam motivasi siswa adalah model/tokoh yang dapat memberikan gambaran mengenai kemampuan siswa, misalnya tidak hanya wali kelas, tetapi juga guru yang lain, maupun kelompoksebaya.
Interaksi guru dan siswa merupakan hal yang paling berpengaruh dalam motivasi. Guru perlu memberikan umpan balik, misalnya umpan balik atas hasil kerjanya dan memberikan pengarahan jika jawaban atau hasil kerja nya masihkurang baik. Sudah tidakdiragukan lagi bahwa penghargaan dapat meningkatkan motivasi dan sekaligus dapat memberikan gambaran mengenai kemampuan siswa. Suasana kelas juga dapat mempengaruhi motivasi siswanya.

Misalnya, wali kelas atau guru yangdemokratis, dimana mampubekerja sama dengan siswa dan membantu dalam pemecahan masalah siswa, dapat memberikan  pengaruh yang baik dalam motivasi dan hasil kerja siswa. Hal ini berbeda jika wali kelas atau guru terlalu permisif, dimana situasi menjadi tidak jelas. Sementara wali kelas atau guru terlalu otoriter akan menghasilkan karya siswa yang baik, namundi lain pihak juga akan muncul sikap frustasi, agresif dan reaksi-reaksi negatif lainnya. Interaksi guru dengan siswa acap kali melibatkan pujian dankritik. Pujian dapat dianggap sebagai penghargaan kepada siswa. Meskipun pujian dapat meningkatkan motivasi, guru umumnya tidak selalu memberikan pujian kepada salah setiap siswa berhasil dalam tugas-tugasnya. Pemberian kritikkan yang wajar dapat memotivasi siswa, namun bentuk kritikan yang merendahkan akan berakibat negatif pada anak.
Kegiatan guru juga berkaitan dengan manajemen kelas, khususnya dalam mencegah dan meminimalkan masalah, juga mempengaruhi motivasi siswa. Manajemen  kelas yang baik tergantung dari usaha proaktif guru dalam mencegah masalah-masalah yang berkaitan dengan kedisiplinan, bagaimana reaksi guru terhadap tingkah laku yang salah dari siswa, dan teknik yang digunakan guru untuk mengatasinya. Kelas yang produktif adalah kelas yang penuh harapan dan aturan yang dikembangkan mulai dari tahun ajaran baru dan dijalankan secara konsisten.
Berdasarkan apa yang telah diuraikan di atas, tampaknya guru perlu lebih kreatif dalam menciptakan situasi belajar mengajarnya, agar siswa terpacu dan termotivasi untuk berhasil. Merupakan tugas guru di sekolah dalam menciptakan situasi belajar di kelas. Namun di lingkungan rumah pun orang  tua perlu menunjang apa yang diberikan guru di lingkungan sekolahnya. Untuk itu komunikasi guru dan orang tua tampaknya perlu terjain  agar sejalanantara apa yang diajarkan dikelas maupun di rumah. Semoga sukses.
( Sumber;  Pendidikan Anak di SD, Agus Taufik dkk, UT )

Comments

Popular posts from this blog

KEGIATAN BELAJAR BERMAIN (KBB) Kelompok Kerja Guru Se-Gugus Bomberay dan Tomage             Anak-anak pada masa sekarang mempunyai banyak jenis permainan baik yang bersifat sederhana maupun modern. Bermain merupakan kegiatan yang sangat diminati dan sering  dilakukan oleh anak-anak. Ada pepatah yang mengatakan: " Dunia anak adalah dunia bermain". Dunia anak identik dengan bermain / permainan. Tiada hari tanpa bermain, itu semboyan bagi anak-anak.            Dengan kondisi yang demikian maka para ahli pendidikan memanfaat kegiatan bermain dalam kegiatan proses belajar mengajar di sekolah. Selama ini yang beranggapan bermain  dikalangan anak-anak  yang dianggap  tidak ada manfaatnya dalam proses belajar mengajar kurang bermanfaat ternyata tidak benar. Bermain yang tidak diarahkan ke dalam proses belajar mengajar memang tidak bermanfaat dan bahkan menimbulkan kegaduhan yang akhirnya mengganggu proses belajar mengajar dan tujuan pembelajaran tidak berhasil.    

Peran Guru Sebagai Model Pembelajaran Tematik

PERAN GURU SEBAGAI MODEL DALAM PEMBELAJARAN KARAKTER DAN BUDAYA BANGSA MELALUI PEMBELAJARAN TEMATIK Oleh :Agus Priyono, S.Pd.SD SD YPPK Santo Titus Tomage Kab. Fakfak I.        Pendahuluan Perubahan kurikulum yang terjadi di Indonesia telah mempengaruhi perkembangan pendidikan kita. Itu disebabkan karena pendidikan merupakan tolak ukur pembelajaran dalam lingkup sekolah. Berhasil atau tidaknya pendidikan bergantung apa yang diberikan dan diajarkan oleh guru. Hasil-hasil pengajaran dan pembelajaran berbagai bidang studi terbukti selalu kurang memuaskan berbagai pihak (yang berkepentingan – stakeholder ). Hal tersebut setidak-tidaknya disebabkan oleh tiga hal. Pertama , Pendidikan yang kurang sesuai dengan kebutuhan dan fakta yang ada sekarang (Need Assessment). Kedua , Metodologi, strategi dan teknik yang kurang sesuai dengan materi. Ketiga , Prasarana yang mendukung proses pembelajaran. Ketiga hal tersebut memberikan dampak yang besar bagi perkembangan pendidikan k